KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar

Sekretaris Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto (Foto: Koordinatoriat Wartawan Parlemen/Winarso)wowsiap - Kementerian Pemuda dan Olah Raga membantah tudingan bahwa negara tidak mau membantu nasib mantan atlet berprestasi. Namun yang menjadi masalah adalah Kemenpora terbentur pada rambu-rambu aturan, terutama UU Sistem Keolahragaan Nasional yang ada.

"Kalau Menpora Zainudin Amali sembarangan mengeluarkan uang APBN atas perintahnya, ujung-ujungnya nanti pasti terkena temuan Badan Pemeriksa Keuangan," kata Sekretaris Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/9).

Hal itu disampaikannya dalam diskusi Forum Legislasi bertema 'Masa Depan Atlet Nasional Dalam RUU Sistem Keolahragaan Nasional.' Menurutnya, sejauh ini negara baru memberikan penghargaan pada saat atlit berada di umur produktif.

"Mantan Menpora Imam Nahrawi pernah ada ide yang bagus, dimana pada 2016 ada yang namanya pensiun untuk atlet. Saya masih ingat, atlet yang pernah mendapat medali emas seperti Susi Susanti mendapatkan Rp 20 juta per bulan," ujarnya.

Kemudian yang mendapatkan medali perak Olimpiade sebesar Rp 15 juta dan perunggu Rp 10 juta per bulan. Namun pada 2017 tidak dilanjutkan, hal tersebut karena tidak punya dasar hukumnya.

"Kemudian, Pak Imam mengatakan program tersebut tidak dilanjutkan. BPK terlalu baik hati kepada kami, kalau tidak kami pasti disuruh mengembalikan uang pensiun tersebut," tandasnya.

Menurut BPK, yang sudah terlanjur diberikan dan diterima oleh atlit tidak mengapa. Namun, Kemenpora tidak boleh melanjutkan, kecuali ada dasar hukumnya.

Sedangkan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengakui, Indonesia belum mempunyai regulasi yang secara definitif dan pasti untuk mengatur kesejahteraan atlet. Padahal, hal itu semakin relevan untuk disuarakan.

"Supaya semakin banyak anak-anak muda Indonesia menggeluti bidang olahraga. Sebab, ada kejelasan saat dia aktif sebagai atlet maupun setelah purna," tegasnya.

Karena belum ada regulasi yang secara definitif mengaturnya, dia berharap hal itu menjadi salah satu momentum dalam rangka revisi UU SKN. Dimana terkait dengan kesejahteraan atlet adalah sinkronisasi regulasi.

"Status atlet itu sebenarnya sudah dinyatakan sebagai profesi. Tetapi dalam UU Ketenagakerjaan, atlet tidak dimasukkan sebagai profesi sehingga tidak bisa mendapatkan BPJS," ungkapnya.