Presiden Joko Widodo diminta untuk segera menerbitkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Ini adalah pilihan yang paling rasional di tengah daya beli masyarakat yang belum pulih benar akibat pandemi Covid-19 serta kenaikan harga barang kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng,” kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto di Jakarta, Sabtu (9/7).
Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi sangat sensitif bagi kenaikan inflasi. Terutama dari sektor transportasi dan juga dari sektor bahan pangan pokok.
“Selain itu, karena ditengarai sekarang ini penyaluran BBM bersubsidi hampir sebanyak 60 persen tidak tepat sasaran. Belum lagi adanya dugaan kebocoran BBM bersubsidi ke industri dan ekspor ilegal ke negara tetangga,” ujarnya.
Bila pembatasan dan pengawasan BBM bersubsidi dapat dilakukan dengan baik, maka bisa menghemat APBN lebih dari 50 persen. Presiden juga diminta tidak usah membanding-bandingkan harga BBM di Indonesia dengan di negara maju.
“Namun cukup membandingkannya dengan harga BBM di negeri jiran seperti Brunei dan Malaysia. Harga BBM di negara serumpun seperti Brunei dan Malaysia jauh lebih murah dibanding Indonesia,” tandasnya.
Diana harga bensin di Brunei untuk RON 90 sebesar Rp 3.800 per liter dan untuk bensin RON 95 sebesar Rp 6.900 per liter. Sementara, Pertalite (RON 90) dijual dengan harga Rp 7.650 per liter.
“Karenanya, kalau pemerintah peka dan memiliki sense of crisis, maka regulasi terkait pembatasan penggunaan BBM bersubsidi - baik solar maupun pertalite - penting untuk segera ditetapkan. Jangan tertunda-tunda seperti sekarang ini,” tegasnya.
Ibarat argometer, lanjutnya, beban subsidi yang tidak tepat sasaran akan jalan terus. Hal itu jika revisi Perpres dimaksud tidak segera terbit.
“Semakin lama kita menunda pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, maka akan semakin lambat efisiensi anggaran dilakukan,” ucapnya. Seperti diketahui, dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 tahun 2022 di Medan, Kamis (7/7), Jokowi kembali menyinggung tentang harga BBM yang saat ini sedang mengalami lonjakan.
Dalam kesempatan tersebut presiden memberi sinyal tentang kemungkinan adanya kenaikan harga BBM di Indonesia, bila beban APBN terlalu berat.