Presiden Joko Widodo dinilai masih perlu menuntaskan kasus pembelahan yang terjadi di masyarakat akibat polarisasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah. (Foto: Gelora Media Center)
“Saya masih khawatir dengan pembelahan yang ada di akar rumput. Itu sebabnya kalau misalnya Pak Jokowi mau diberi gelar, saya lebih suka kalau beliau mengejar gelar Bapak Rekonsiliasi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah di Jakarta, Selasa (19/4).
Sebab menurutnya, kalau bisa sebelum turun dari masa jabatannya, Jokowi menyatukan kembali yang agak terpecah di arus bawah. Dikatakan, capaian fisik yang diraih Jokowi dalam pembangunan infrasktur yang masif bisa hilang.
“Yakni jika Indonesia tidak berhasil melakukan rekonsiliasi sesama anak bangsa serta mengakhiri pembelahan dan polarisasi politik di masyarakat. Saya merasa bahwa semua capaian secara fisik itu bisa hilang, kalau rekonsiliasinya gagal,” ujarnya.
Sehingga menurutnya akan lebih baik bila dituntaskan rekonsiliasinya. Hal itu supaya capaian fisiknya bisa didapatkan secara otomatis.
“Jika Jokowi berhasil merekonsiliasi rakyatnya, maka kesuksesan lainnya boleh jadi akan mengikuti. Apalagi orang Indonesia saat ini sensitif, sehingga butuh pendekatan dan berbicara dari hati ke hati untuk menuntaskan suatu permasalahan,” tandasnya.
Kalau rekonsiliasinya sukses, kata dia, maka Jokowi bisa mendapatkan lebih banyak dari yang lain. Dimana selain rekonsiliasi juga infrastruktur. Seperti diketahui, akun Kementerian Sekretariat Negara mengunggah julukan enam Presiden Indonesia.
Disematkan
Kemensetneg juga meminta masyarakat memberikan masukan dan usulan mengenai julukan yang akan disematkan kepada Jokowi. Presiden pertama RI Sukarno disebut sebagai Bapak Proklamator.
Kemudian Presiden kedua RI Soeharto disebut sebagai Bapak Pembangunan. Lalu, Presiden ketiga RI BJ Habibie disebut sebagai Bapak Teknologi.
Selanjutnya, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) disebut sebagai Bapak Pluralisme. Berikutnya, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri disebut sebagai Ibu Penegak Konstitusi.
Sedangkan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut sebagai Bapak Perdamaian.
Sementara Presiden ketujuh RI Joko Widodo dalam dua periode pemerintahan sangat gencar dan masif dalam membangun berbagai infrasktruktur. Mulai dari jalan, jalan tol, bendungan, kereta cepat, LRT, bandar udara, pelabuhan dan lain-lain.
Jokowi juga memutuskan untuk memidahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Nusantara di Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur. IKN tersebut saat ini dalam proses pembangunan.
Namun, dua periode pemerintahan Jokowi masih dibayang-bayangi pembelahan di masyarakat. Hal itu imbas dari polarisasi politik dan agama di Pilkada DKI Jakarta pada 2017 dan Pilpres 2019.
Pembelahan tersebut, hingga kini belum bisa diakhiri dan ekskalasinya cenderung naik menjelang Pemilu 2024.