Wacana Amandemen Terus Digoreng

Wacana amandemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, berkembang dan terus digoreng menjadi isu yang semakin luas.

Wacana Amandemen Terus Digoreng

Diskusi bersama Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS). (Foto: Dok. Bambang Soesatyo)

Wowsiap.com – Wacana amandemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, berkembang dan terus digoreng menjadi isu yang semakin luas. Dimana pada mulanya ditujukan untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

“Salah satunya dikaitkan dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal, Presiden Joko Widodo mengatakan dirinya bakal taat pada konstitusi,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam diskusi bersama Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di kantor CSIS, Jakarta, Rabu (30/3).

Menurutnya, MPR RI tidak dapat menginisiasi sebuah proses amandemen. Akan tetapi dapat merespon usulan amandemen, jika sudah diajukan dan memenuhi persyaratan. Baik syarat administrasi maupun syarat substansi.

“Jika tetap ada pihak yang meminta penambahan masa jabatan presiden, maka harus melalui jalur konstitusi dengan mengajukan permohonan amandemen UUD NRI 1945 terlebih dahulu,” ujarnya.

Sedangkan Arya Fernandes dari CSIS menegaskan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden melalui penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, telah mengingkari spirit dan agenda reformasi 1998. Selain desentralisasi, pelaksanaan pemilihan umum yang demokratis; serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme; spirit lain reformasi adalah pembatasan kekuasaan presiden.

“Wacana tersebut juga menunjukan lemahnya komitmen kebangsaan terhadap demokrasi. Mengunci peluang terjadinya suksesi kepemimpinan nasional secara berkala dan tertib, serta menutup peluang kompetisi politik dalam pemilihan presiden dan legislatif,” tandasnya.

Regenerasi
Sehingga berpotensi menciptakan instabilitas politik, dan meruntuhkan proses demokratisasi yang telah dibangun sejak dulu. Sebab, pembatasan kekuasaan dalam negara-negara demokratis dengan sistem presidensial, dilakukan untuk menciptakan regenerasi politik pada level nasional dan lokal.

“Sehingga memungkinkan elit politik lain ambil bagian dalam suksesi kepemimpinan nasional. Selain itu, hal tersebut bertujuan untuk menghindari potensi pejabat eksekutif membuat kebijakan yang tidak demokratis,” tegasnya.

Dikatakan, pembatasan periode jabatan presiden juga bertujuan untuk memberikan kepastian bagi presiden mengenai masa jabatannya. Terpisah, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, wacana penundaan pemilu jangan diharamkan.

Bahkan dia menganggap hal itu merupakan suatu pemikiran yang konstruktif untuk kebaikan bangsa dan negara. “Itu wajar-wajar saja. Tinggal bagaimana proses di parlemen bagaimana. Boleh atau tidak, monggo diselesaikan,” ucapnya.

Dari sisi investasi, kata dia, pengusaha butuh kepastian, stabilitas politik. “Kalau wacana penundaan bisa dilakukan secara konprehensif dan dalam mekanisme UU, dalam pandangan saya itu akan bagus untuk investasi,” tukasnya.

amandemen masa jabatan penundaan pemilu presiden