Kemenag-MUI Harus Duduk Bersama Bahas Logo Halal

Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk bersama dalam menyikapi kontroversi logo halal baru.

Kemenag-MUI Harus Duduk Bersama Bahas Logo Halal

Wakil Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)

Wowsiap.com - Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk bersama dalam menyikapi kontroversi logo halal baru yang tengah hangat belakangan ini. Karena hal itu bukan saja menyangkut produk halal, tapi sentimen keagamaan.

“Kementerian Agama dan MUI harus duduk bareng. Khususnya jika ada kebijakan baru yang ingin disampaikan ke masyarakat,” kata Wakil Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara.

Menurutnya, bila sejak awal disampaikan dengan melalui kajian yang cukup dalam, tentu masyarakat tidak akan berasumsi ada perbedaan antara Kemenag dan MUI. Perbedaan inilah yang kemudian direspon masyarakat.

“Jadi, apa yang dilakukan Kemenag mengenai logo ini seolah-olah tidak melibatkan MUI. Di sisi lain, MUI berpandangan bahwa logo halal saat ini masih berlaku hingga tahun 2026,” ujarnya.

Artinya di lapangan akan muncul dua logo, namun secara kewenangan fatwa halal atau haramnya itu berasal dari MUI. Jadi fatwa itu ada kepada MUI namun yang mengeluarkan logo halal itu ada pada Kemenag lewat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

“Hal itu yang menimbulkan pandangan berbeda-beda di masyarakat. Pandangan yang berbeda-beda itu seharusnya dihindari oleh Kemenag. Apa sih susahnya duduk bareng dulu antara Kemenag dan MUI? Ini sebenarnya soal komunikasi yang tidak tuntas,” tandasnya.

Apabila sejak awal sudah dikomunikasikan dan mempertimbangkan pandangan-pandangan yang ada, maka tidak ada penafsiran dan pandangan yang berbeda di tengah-tengah masyarakat. Hal inilah yang menjadi masalah.

“Jika tuntas dari aspek komunikasi Insya Allah selesai masalah ini. Amanat dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 yaitu memberikan kewenangan kepada BPJPH menerbitkan lebel halal. Artinya, sejak awal sebenarnya tidak ada masalah pada penerbitan logo halal,” tegasnya.

Sebelum ada logo baru muncul, tidak ada masalah. Namun setelah logo baru keluar timbul masalah di masyarakat. Sehingga jika Kemenag merespon publik yang lebih banyak menolak, kenapa tidak dievaluasi saja.

Kemenag MUI logo halal komunikasi masyarakat