Pernyataan Resmi Kemlu Berbeda dengan Pernyataan Presiden

Pernyataan Kementerian Luar Negeri terkait posisi pemerintah atas situasi di Ukraina, dinilai berpotensi bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo.

Pernyataan Resmi Kemlu Berbeda dengan Pernyataan Presiden

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. (Foto: Istimewa)

Wowsiap.com - Pernyataan Kementerian Luar Negeri terkait posisi pemerintah atas situasi di Ukraina, dinilai berpotensi bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo. Dimana pada tanggal 24 Februari lalu, Jokowi menyatakan Stop Perang. Perang menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia.

“Namun pada poin 2 yang disampaikan Kemlu pada 25 Februari lalu, digunakan istilah serangan militer terhadap Ukraina tidak bisa diterima. Ini patut disayangkan, karena mengapa kedua pernyataan berpotensi bertentangan,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Senin (28/2).

Menurutnya, bila mencermati pernyataan Jokowi, dapat diargumentasikan bahwa yang digunakan sebagai basis digunakan Pasal 1 angka 3 Piagam PBB. Dalam pasal tersebut, negara-negara diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka melalui cara-cara damai (peaceful means).

“Sehingga tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Pernyataan presiden untuk menyetop (menghentikan) perang, dilakukan tanpa menyebut negara yang melakukan serangan, negara yang diserang, bahkan jenis serangan. Apakah serangan untuk bela diri atau serangan agresi,” ujarnya.

Sementara, kata dia, pernyataan Kemlu dapat diargumentasikan berdasarkan pada Pasal 1 angka 4 Piagam PBB. Dalam pasal tersebut diminta agar negara-negara anggota menahan diri dalam hubungan internasional dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah. 

“Dalam pernyataan Kemlu, disebutkan serangan militer terhadap Ukraina dianggap sebagai tidak dapat diterima (unacceptable), karena serangan tidak menghormati integritas wilayah dan kedaulatan. Ini berarti Indonesia dalam posisi sama dengan AS dan sejumlah negara Eropa Barat, Australia dan banyak negara yang mengecam serangan oleh Rusia,” tandasnya.

Meski ada kemiripan situasi, posisi Indonesia saat ini berbeda dengan posisi Indonesia saat AS melakukan serangan terhadap Irak pada tahun 2003. Ketika itu, Presiden Megawati mengecam tindakan AS dengan koalisinya yang menyerang Irak.

“Ini berbeda dengan Presiden Jokowi saat ini, yang menyerukan penghentian atas perang. Kemiripan situasi tidak harus mempertahankan konsistensi kebijakan oleh Presiden mengingat sejumlah faktor dan konteks yang mungkin berbeda,” tegasnya. 

Oleh karenanya, Kemlu tidak seharusnya menerjemahkan secara sama kebijakan Presiden Megawati, untuk mengecam serangan AS saat menyerang Irak dengan Presiden Jokowi untuk menyetop perang.

 

pernyataan Presiden Jokowi Kemlu perang