Penyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara adzan seperti gonggongan anjing, dinilai berlebihan dan tidak tepat.
Anggota DPD RI Hasan Basri. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)
“Sebagai pejabat publik, Menag harus menjaga etika publik dalam mengomunikasikan kebijakannya. Jangan gunakan narasi yang justru melukai perasaan masyarakat, khususnya umat Islam,” kata anggota DPD RI Hasan Basri, Kamis (24/2).
Ke depannya, dia berharap Yaqut jangan lagi membuat hal-hal gaduh. Sebab Yaqut sudah cukup sering mengeluarkan statement yang kontroversial.
“Pendekatan dalam menertibkan pengeras suara, harus dilakukan dengan pendekatan yang edukatif, persuasif dan disampaikan secara simpatik. Adzan adalah syiar Islam yang masuk dalam hak ritual beribadah umat Islam,” ujarnya.
Sehingga tidak pantas jika disandingkan dengan analogi suara anjing. Karena hal itu sama saja seperti peninstaan agama. Yakni pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) UU tentang Informasi dan Transasksi Elektronik atau Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.
“Oleh karena itu, saya mendesak Menag Yaqut untuk menyampaikan permohonan maaf atas ucapannya tersebut. Karena hal itu justru akan menenangkan kondisi kekinian. Meminta maaf akan lebih menenangkan umat Islam. Semoga beliau berlapang dada dengan masukan umat Islam,” tandasnya.
Seperti diketahui, polemik Surat Edaran (SE) Menag Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, masih berlanjut. Bahkan, persoalan meruncing lantaran Yaqut menganalogikan adzan dengan gonggongan anjing.