Pernikahan Rara Tepasan dan Raja Cirebon, Antara Intrik Politik dan Romantis

Berawal dari sebuah cahaya putih yang terlihat di angkasa yang turun di wilayah barat laut (Pasundan) Indonesia. Rasa Penasaran yang tinggi membuat wanita cantik anak raja majapahit mengucapkan sumpah.

Pernikahan Rara Tepasan dan Raja Cirebon, Antara Intrik Politik dan Romantis

Nyi Mas Rara Tepasan, historyofcirebon

Wowsiap.com - Sumpah yang diucapkan Rara Tepasan yang mengawali masa depannya menjadi seorang wanita yang memiliki bakat kepemimpinan dan berperan penting dalam mengubah tata kelola kerajaan di Cirebon. Awalnya tata kelola di Kerajaan Cirebon menggunakan aturan istiadat tanah pasundan yang diterapkan oleh pendiri kesultanan Cirebon, Cakrabuana.

Cahaya putih yang dilihat Rara Tepasan ternyata Sunan Gunung Jati yang pada saat itu telah diangkat menjadi Raja Cirebon. Rara Tepasan sendiri merupakan putri dari Ki Gedeng Tepasan yang merupakan raja ke lima di kerajaan Majapahit. Pengelihatan akan cahaya putih dan pengucapan sumpah Rara Tepasan disampaikan ke ayahnya.

Dan tanpa diduga keinginan putrinya untuk menemui Sunan Gunung Jati di Kerajaan Cirebon, langsung disetujui Ki Gedeng Tepasan. Ki Gedeng Tepasan langsung menyiapkan 100 orang terlatih sebagai pengawal putrinya dan bawaan yang mewah dan banyak untuk diserahkan ke Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Keputusan Ki Gede Tepasan ini menimbulkan berbagai asumsi politik mengingat kondisi majapahit saat itu sedang dalam posisi terpuruk dan status ekonomi di Kerajaan Cirebon sedang berada di masa kejayaannya. Dugaan-dugaan seperti Rara Tepasan dijadikan alat legitimasi dari dua kerajaan untuk bekerja sama hingga menjadikan Cirebon tempat pelarian yang aman dan damai bagi para petinggi kerjaan dari Majapahit sendiri. Saat itu di Majapahit dipenuhi dengan pemberontakan dan tekanan dari Kerajaan Demak.

Dilansir dari historyofcirebon, Rara Tepasan merupakan wanita satu-satunya yang berdarah jawa yang dinikahi Sunan Gunung Jati. Dari enam orang wanita yang menjadi istrinya Sunan Gunung Jati, Nyai Ageng Tepanjani atau Rara Tepasan terlihat paling unggul dari sisi kecerdasannya. Beliaulah yang belakangan dikenal sebagai seorang yang berperan besar terhadap tata kelola dan penerapan adat-istiadat di Keraton Kesultanan Cirebon. 

Pada mulanya tata kelola Keraton Cirebon menggunakan adat istiadat Sunda, hal ini dikarenakan pendiri Kesultanan Cirebon (Cakrabuana) adalah pangeran dari Kerajaan Sunda oleh karena itu tata kelola pemerintahan termasuk di dalamnya tata kelola Keraton dikelola dengan mencontoh tata kelola yang berlaku di Kerajaan Sunda. 

Setelah Sunan Gunung Jati memperistri Nyimas Rara Tepasan tata kelola pemerintahan Cirebon khususnya tata kelola Keraton menjadi berubah 90 drajat. Sebab ditangan Rara Tepasan adat istiadat lama diganti dengan adat istiadat baru dari tanah kelahirannya, majapahit.

Pemberlakuan penetapan adat istiadat Jawa yang dilakukan oleh Rara Tepasan di lingkungan Keraton Cirebon dikabarkan mendapatkan persetujuan langsung dari Sunan Gunung Jati. Sehingga tidak ada satupun orang yang berani mempermasalahkannya.

Rara Tepasan merupakan istri ke empat Sunan Gunung Jati, dari perkawinan ini keduanya dianugerahi dua orang anak, yaitu (1) Ratu Ayu Wanguran, kelak dinikahi oleh Sultan Demak II (Pangeran Sabrang Lor), beliau juga kemudian dinikahi oleh Tubagus Pasai (Fatahilah) setelah Sultan Demak II tersebut wafat dalam Ekspedisi penyerangan Portugis di Malaka (2) Pangeran Pasarean.

Kisah pernikahan Rara Tepasan dan Raja Cirebon, Sunan Gunung Jati menurut naskah cirebon dinilai melankolis juga romantis.


 

Rara Tepasan Raja Cirebon Majapahit Sunan Gunung Jati Ki Gedeng Tapesan Cirebon Sultan Demak II Tubagus Pasai Keraton