Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri mengatakan, presidential threshold 20 persen membuat biaya politik menjadi tinggi dan bahkan sangat mahal.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (kanan) saat menemui Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa, Rabu (14/12). (Foto: Humas DPD RI)
“Ujung-ujungnya adalah korupsi. Kalau PT 0 persen, artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi,” katanya saat bertemu dengan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/12).
Dalam kesempatan itu, Firli didampingi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Alexander Marwata dan Nawawi Pomolango. Menurut Firli, kalau ingin bersih-bersih korupsi, maka korupsi harus menjadi musuh bersama.
“Semua elemen dan semua lembaga harus satu suara. Tidak boleh bergerak sendiri-sendiri,” ujarnya. Sementara terkait kolaborasi dan sinergi KPK dan DPD RI, Firli siap dan meminta jika ada bukti-bukti tindak korupsi agar melaporkan ke pihaknya.
“Perlu saya sampaikan karena saking banyaknya rantai korupsi, KPK saat ini punya lima fokus yang jadi perhatian. Yaitu korupsi sumber daya alam, tata niaga dan bisnis, kegiatan-kegiatan politik,” tandasnya.
Kemudian yang berikutnya adalah korupsi di bidang penegakan hukum dan reformasi birokrasi, serta korupsi di bidang pelayanan publik. Adapun Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi yang juga hadir dalam pertemuan itu mengatakan, ada lima poin yang disepakati dan bisa dipublikasikan.
“Namun beberapa pembahasan bersifat tertutup dan tidak dapat kami sampaikan. Yang pasti, akan ada gebrakan KPK untuk republik yang kami dukung,” tegasnya.