Politisi yang Terjun di Medsos Harus Siap Berinteraksi dengan Masyarakat

Pada tahun ini sebanyak 73,7 persen masyarakat Indonesia terhubung dengan internet. Selain itu, 68,9 persen aktif menggunakan media sosial.

Politisi yang Terjun di Medsos Harus Siap Berinteraksi dengan Masyarakat

Platform media sosial populer. (Getty Images)

Wowsiap.com - Politisi yang sudah terjun ke media sosial (medsos), seharusnya sudah siap berinteraksi dengan masyarakat. Sebab dengan adanya medsos, telah terbentuk pola komunikasi baru.

“Dimana masyarakat bisa langsung mengakses politisi. Komunikasi publik politisi kini dapat menggunakan kekuatan medsos,” kata pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan, Kamis (28/4).

Menurutnya, keberadaan media sosial tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada survei yang dirilis Hootsuite, pada tahun ini sebanyak 73,7 persen masyarakat Indonesia terhubung dengan internet. Selain itu, 68,9 persen aktif menggunakan media sosial. 

Tak mengherankan pula bila sejumlah politisi berbondong-bondong terjun ke media sosial untuk membangun personal branding. Hal ini relevan, karena medsos adalah kenyataan yang tidak bisa diabaikan.

“Media sosial digunakan sebagai personal branding. Yaitu strategi untuk membentuk citra diri sendiri, sehingga masyarakat atau orang lain dapat menilainya dari prestasi dan pencapaian yang dia miliki,” ujarnya.

Menurutnya, ada tiga hal mengapa seorang politisi memanfaatkan medsos. Pertama, untuk membangun awareness maka politisi menunjukkan karakternya, menyampaikan misinya secara ringan.

“Kedua, keterlibatan publik. Yaitu saat publik ikut berkomentar pada medsos politisi tersebut. Kemudian ketiga, ada feedback dari publik dari yang ditawarkan publik,” tandasnya.

Apakah cocok atau tidak, kemudian kalau tidak cocok akan ada dialog. Sehingga, kata dia, politisi yang sudah terjun di media sosial, harus menyelaraskan citranya. Politisi yang tampil ciamik, ramah, humoris di media sosial, juga harus bersikap yang sama saat ditemui secara langsung. 

“Ada teori dramaturgi. Kita atur panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan adalah medsos, maka di panggung depan ingin tampil sempurna, ideal. Namun, publik harus diberi juga tampilan di belakang panggung,” jelasnya. 

Tidak Berbeda
Tampilan di belakang panggung adalah keseharian tokoh tersebut. Apakah dia memang ramah, mau menjawab pertanyaan dan tidak anti terhadap kritik. “Jadi, apa yang disajikan di medsos idealnya tidak terlalu berbeda dengan di dunia nyata,” tegasnya. 

Sementara Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan, untuk mengisi kanal-kanal media sosial, politisi dan timnya juga perlu kreatif. Konten yang kreatif adalah kunci dan tergantung apakah kontennya menarik atau tidak.

“Apakah topiknya sesuai dengan topik yang disukai masyarakat? Apakah pesan komunikasinya mudah dipahami oleh masyarakat pengguna medsos,” ucapnya. Sebab, konten yang bagus, entah itu video, teks maupun meme, menarik perhatian masyarakat.

“Semakin baik sosialisasi, semakin besar peluang untuk terekspose di komunitas-komunitas,” jelasnya. Meki begitu, mentereng di media sosial, politisi jangan lupa untuk bekerja.

Karena masyarakat butuh aksi ketimbang tebar pesona saja. Hal ini seperti yang dikatakan oleh politisi PDIP Puan Maharani. Dia menekankan perlunya bekerja dan gotong royong.

“Jadi jangan kemudian masyarakat asal memilih, karena cuma kelihatan di panggung saja. Apakah di panggung media massa, TV atau panggung medsos. Akan tetapi, pilihlah orang yang betul-betul pernah memperjuangkan, pernah bersama-sama dan pernah bergotong-royong bersama rakyat,” tukasnya.

politisi medsos dramaturgi aksi panggung