Fenomena post-truth semakin marak, terutama di masa Pandemi Covid-19.
Ketua DPR RI Puan Maharani. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Yang mana merupakan era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran itu lewat gerakan hantam hoaks,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani saat menjadi pembicara dalam Webinar Internasional Prodi Psikologi Institut Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik (IAIN SAS), Bangka, Provinsi Bangka Belitung, Kamis (14/7).
Menurutnya, fenomena post-truth sudah seperti pandemi. Dia menyebar secara cepat dan global, serta dapat menjangkiti siapapun tanpa pandang bulu.
“Saat ini banyak terjadi orang dari kelompok masyarakat manapun dan tingkat pendidikan apapun, dengan mudah terjangkit post-truth. Mereka, cenderung mengabaikan fakta dan etika dalam berpendapat dan lebih menyepakati hal-hal yang dekat dengan keyakinan pribadinya,” ujar dia.
Di dunia post-truth, lanjutnya, yang berjaya adalah hoaks dan teori konspirasi yang tidak berdasar fakta. Akan tetapi tersebar dengan luas dan dipercaya banyak orang.
“Dan ketika ingin diluruskan malah bersembunyi di balik istilah kebebasan berpendapat. Dewasa ini, banyak orang secara tidak sadar melakukan tindakan confirmation bias (bias konfirmasi), yang merupakan kecenderungan mencari bukti-bukti untuk mendukung pendapat atau kepercayaannya itu,” tandasnya.
Darurat
Dikatakan, tindakan tersebut dilakukan dengan mengabaikan bukti-bukti empiris yang menyatakan sebaliknya. Bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi darurat hoaks.
“Sepanjang tahun 2021 saja, pemerintah menyebutkan sudah memblokir ratusan ribu konten di media sosial dan internet karena masuk dalam kategori hoaks. Post-truth mengambil energi dari rasa ketakutan dan kecemasan masyarakat,” tegasnya.
Sebab, post-truth dimulai dengan menanam benih keraguan di hati masyarakat dan kemudian bertumbuh besar dengan pupuk ketakutan. Ketakutan itu menjadi semakin cepat membesar, terlebih di dalam situasi seperti Pandemi Covid-19 yang dapat berujung kepada munculnya kepanikan publik dan dekadensi trust,” ucapnya.
Hal itu terlihat saat di awal Covid-19 masuk ke Indonesia sempat terjadi panic buying, orang saling mencurigai dan banyak hal negatif lainnya. Itu terjadi karena hoaks merajalela di media sosial dan aplikasi chat.
“Post-truth jugalah yang menyebabkan munculnya fenomena di mana sebagian orang tidak percaya bahwa Covid-19 nyata. Kelompok tersebut menganggap Covid-19 adalah konspirasi belaka, sehingga ada yang tidak mau menjaga protokol kesehatan,” jelasnya.
Akibatnya angka penularan Covid-19 meningkat serta bisa berujung kepada hilangnya nyawa seseorang. Ikhtiar kebangsaan kita untuk melawan Covid-19 dengan melakukan vaksinasi pun turut terpengaruhi oleh post-truth,” ujar Puan.
“Hoaks soal vaksinasi memang sempat menyebar beberapa waktu lalu. Informasi bohong itu menyebut vaksinasi hanyalah proyek untuk keuntungan pihak tertentu. Bahkan ada yang mengklaim vaksin berbahaya serta munculnya berbagai teori konspirasi lainnya,” imbuh dia.
Ilmiah
Padahal bukti-bukti ilmiah-nya sudah jelas, bahwa vaksinasi menyelamatkan nyawa orang dari Covid-19. Oleh karenanya, dia mengajak semua pihak untuk melawan fenomena post-truth.
“Terutama kalangan akademisi termasuk mahasiswa. Kita tidak boleh kalah melawan hoaks, karena dapat berujung kepada hilangnya nyawa saudara-saudari sebangsa setanah air,” tuturnya.
Bagaimana caranya, itu adalah persoalan trust, persoalan kepercayaan. Puan mengatakan, diperlukan pemahaman variabel-variabel yang dapat membuat orang percaya.
“Jutaan bukti empiris tidak akan cukup, jika tidak didukung keahlian dalam meyakinkan orang. Sehingga akhirnya tetap saja post-truth yang menang. Sebab, jangan hanya berpikir bahwa orang akan langsung percaya dengan bukti ilmiah atau fakta yang kita sajikan,” jelasnya.
Sebab harus dipahami, apa ketakutan terbesar orang dan apa harapan terbesar mereka. Dan jalur komunikasi mana yang terbaik untuk bisa membuat orang percaya atau trust dengan apa yang disampaikan.
“Saya menilai, sudah tepat sekali webminar ini dilakukan. Hal tersebut dikarenakan salah satu bagian dari ilmu psikologi adalah mendalami cara berpikir manusia. Saya harap dari webinar ini dapat lahir solusi-solusi aplikatif, yang dapat membantu gotong royong kebangsaan kita untuk melawan Covid-19,” tukasnya.