Indonesia diyakini tidak akan mengalami krisis pangan. Hal itu karena Indonesia memiliki devisa yang cukup mendukung, yakni stok CPO Sawit yang cukup besar dan siap diekspor ke negara luar.
Pengamat pertanian Wayan Supadno. (Dok. Universitas Airlangga)
“Tetapi Indonesia akan mengalami lonjakan harga pangan, karena kebutuhan produksi seperti pupuk dan pestisida masih diimpor dari Rusia dan Ukraina,” kata pengamat pertanian Wayan Supadno, Jumat (8/7).
Meski demikian, dia yakin krisis pangan tak mungkin terjadi. Akan tetapi kalau terjadi lonjakan harga pangan, itu pasti. Namun hal itu akan terjadi tergantung kecepatan pemerintah untuk mengekspor CPO.
“Supaya cadangan devisa banyak dan cadangan devisa kita harus sehat. Kita harus tahu diri, bahwa impor pangan kita sekitar Rp 300 triliun. Sebanyak itu, baik pangan maupun sarana produksinya. Nah, kita harus siapkan devisanya,” ujarnya.
Dikatakan, harga pangan di Indonesia dipastikan naik dan untuk komoditas tertentu harus impor. Misalkan pupuk dan pestisida yang harus impor untuk mendongkrak harga produksi pangan.
“Harga pupuk kimia melonjak akibat perang Rusia-Ukraina dan pangan menjadi mahal karena keadaan. Kita harus perkuat devisa dengan perbanyak mengekspor CPO yang sedang parkir sebanyak 6,1 juta ton atau itu setara dengan Rp 135 triliun devisa kita,” tandasnya.
Dia menambahkan, keputusan Presiden Jokowi bertemu dengan pimpinan negara-negara dunia di KTT G7 di Jerman dan bertemu dengan Presiden Zelenskyy dan Presiden Putin, menunjukkan ciri khas orang Indonesia. Yakni memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.
“Harus begitu dan itu ciri khas orang Indonesia. Artinya agar dunia tahu bahwa Indonesia punya nilai kemanusiaan yang tinggi, punya kepedulian terhadap kemanusian. Kalau sudah kemanusiaan maka kepedulian antar bangsa,” tegasnya.