Isu Polarisasi Dikapitalisasi Parpol dengan Ideologi Kuat

Polarisasi bisa berdampak langsung dengan disintegrasi, terlebih pada kondisi krisis saat ini. Polarisasi adalah jualan politik yang paling menguntungkan dalam jangka pendek.

Isu Polarisasi Dikapitalisasi Parpol dengan Ideologi Kuat

Diskusi Gelora Talk bertajuk Polarisasi Politik Pemilu 2024: Akankah Kembali Berulang. (Gelora Media Center)

Wowsiap.com - Isu polarisasi di masyarakat sengaja dikapitalisasi oleh partai-partai politik yang memiliki ideologi kuat. Padahal, polarisasi bisa berdampak langsung dengan disintegrasi, terlebih pada kondisi krisis saat ini.

"Polarisasi ini adalah jualan politik yang paling menguntungkan dalam jangka pendek," kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk Polarisasi Politik Pemilu 2024: Akankah Kembali Berulang?

Menurutnya, dalam jangka panjang hal itu tidak memberikan literasi, pendidikan politik dan demokrasi yang baik kepada masyarakat. Sebab dalam situasi krisis berlarut saat ini, yang dibutuhkan adalah politik pemersatu dan bukan politik identitas.

"Sebab, polarisasi justru akan memperparah krisis serta membuat pemerintahan semakin tidak efektif. Dan tidak mampu menangani krisis. Apalagi kita baru memasuki suatu masa pembelajaran demokrasi yang relatif tidak terlalu lama," ujarnya.

Sehingga  bila memasukkan isu masalah polarisasi ke dalam krisis global sekarang - terutama krisis ekonomi - akan muncul suatu masalah yang lebih eksistensial, yaitu ancaman disintegrasi. Walau sekarang mungkin levelnya belum terlihat sampai ancaman disintegrasi secara langsung.

"Jadi, jualan polarisasi dalam pemilu sangat merusak bangsa. Rakyat sudah lelah dengan kondisi pembelahan yang terjadi selama ini, sehingga perlu segera diakhiri," tandasnya.

Apalagi beban hidup masyarakat sehari-hari sudah semakin berat saat ini, akibat ancaman inflasi global. Kalau dibakar lagi dengan pembelahan, bisa terjadi revolusi sosial di masyarakat.

"Karena itu, kita perlu melahirkan pemimpin pemersatu. Rakyat sudah lelah dengan pembelahan," tegasnya.

Mencerahkan
Sementara itu, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar meminta para akademisi dan cendekiawan mulai memberikan narasi-narasi yang mencerahkan. Selain itu juga membesarkan hati kepada masyarakat, sehingga menumbuhkan rasa optimisme.

"Tapi kita juga harus memilih pemimpin terbaik, bukan pemimpin pencitraan. Dari 250 juta penduduk Indonesia, masa enggak ada yang terbaik," ucapnya balik bertanya.

Dia juga mengingatkan semua pihak agar jangan terjebak politik pencitraan. Sehingga akhirnya menyesal karena salah memilih pemimpin.

Adapun founder Drone Emprit Ismail Fahmi mengajak para akademi, aktivis dan pihak-pihak yang konsen ingin menangkal politik identitas dan polarisasi. Yaknk dengan membentuk klaster baru, klaster ketiga di luar klaster kiri (cebong) dan kanan (kampret).

"Klaster ini bisa menjadi solusi, mengurangi polarisasi dan menekan anti politik identitas. Ketika ada politik identitas, kita bongkar," jelasnya.

Hal itu seperti klaster matahari, yang membuat menjadi terang. Sehingga para buzzer tidak bisa sembunyi lagi dalam kegelapan.

"Selama ini karena tidak memiliki klaster tersendiri, saya kerap diserang oleh buzzer cebong dan kampret apabila membongkar sesuatu yang berkaitan dengan mereka. Klaster ketiga ini merupakan solusi taktis untuk mengakhiri politik identitas dan polarisasi," paparnya.

Berlanjut
Peneliti Litbang Kompas Gianie menilai, kekhawatiran terjadinya polarisasi dan politik identitas akan berlanjut pada pada 2024, sangat mungkin terjadi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Litbang Kompas satu bulan lalu.

"Dimana gejalanya mulai menunjukkan peningkatan ekskalasi. Sehingga perlu ada gerakan bersama, baik masyarakat, pemerintah, partai politik dan dari media juga sebagai pilar keempat demokrasi untuk bersama-sama untuk meningkatkan literasi, mengakhiri pembelahan saat ini," paparnya.

Dia berharap, semua pihak saat ini bisa menyuguhkan narasi yang mempersatukan. Selain itu juga meningkatkan keakraban dan merangkul semua pihak dengan program-program yang mereka buat.  

"Tokoh-tokohnya harus mempersatukan atau meningkatkan keakraban. Sementara program-program yang dibuat harus merangkul semua kalangan, bukan hanya untuk pendukungnya saja," imbuhnya.

Kemudian, media juga harus memberitakan hal-hal yang benar, bukan sebaliknya.

 

polarisasi politik identitas pemersatu buzzer