Tudingan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) menggunakan mortir dari Serbia dalam serangan di Papua, dinilai kejam.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. (Ist.)
“Tidak benar ada penggunaan senjata pemusnah seperti itu. Informasi soal penggunaan mortir itu jelas tudingan yang kejam dengan strategi disinformasi yang menyesatkan,” kata pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta saat dihubungi, Sabtu (18/6).
Menurutnya, semua orang tahu bahwa BIN bertugas mengumpulkan informasi, bukan melakukan operasi militer. Meski demikian, dia mengaku tidak heran dengan adanya hoaks seperti itu.
“Pasalnya, para simpatisan dan pendukung separatisme di Papua beberapa waktu lalu juga menyebarkan video suntingan. Yang mana bermaksud menyudutkan pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Faktanya, kata dia, video tersebut hasil suntingan dan bukan fakta yang sesungguhnya. Namun sayangnya, hoaks semacam itu dilakukan secara sistematis, untuk merusak citra institusi negara.
“Yang jelas-jelas telah bekerja keras untuk menjaga keamanan negara. Isu penggunaan senjata pemusnah massal di Papua juga bukan hal yang mengejutkan. Karena menyebarkan hoaks juga bagian dari strategi perjuangan kaum separatis dimanapun di dunia,” tandasnya.
Strategi
Dimana ada yang namanya active measures, yang merupakan suatu strategi perang politik. Dalam sejarahnya, dulu digunakan Uni Soviet pada dekade 1920-an.
“Kelompok separatis di dunia sering menerapkan strategi ini. Ada skenario disinformasi, propaganda, desepsi, sabotase dan sebagainya. Saya melihat ini juga dipakai banyak orang untuk mendukung Papua merdeka,” tegasnya.
Dia menambahkan, pendukung separatis sudah terbiasa menyebarkan propaganda dan hoaks untuk menyudutkan otoritas negara. Hal itu dilakukan untuk mencari dukungan dunia internasional.
“Karena memang begitulah caranya mereka berjuang,” imbuhnya. Sebelumnya, BIN juga telah membantah penggunaan mortir dari serbia dalam serangan di Papua.
“Itu hanya berita palsu. BIN sama sekali tidak memiliki senjata yang dimaksud,” kata Deputi II BIN Mayjen (TNI) Edmil Nurjamil, Kamis (16/6).