Masyarakat diminta untuk lebih kritis dalam mengonsumsi konten-konten media sosial pejabat publik.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi. (Ist.)
“Jangan sampai publik asyik tertawa karena konten receh pejabat, tapi lupa mempertanyakan progres dan hasil kerja pejabat tersebut,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi di Jakarta, Senin (30/5).
Menurutnya, rakyat ‘menggaji’ pejabat publik untuk melayani, bukan untuk komedi. Dia menambahkan, konten receh (snackable content) di medsos memang efektif untuk meningkatkan popularitas sebuah merek (brand).
“Entah itu merek komersil atau tokoh sebagai merek politik, yang ingin dipasarkan dalam kontestasi pemilihan presiden. Atas alasan itulah, banyak pejabat publik yang akhirnya mengambil jalan pintas tersebut,” ujarnya.
Dia menilai, Ketua DPR RI Puan Maharani tidak ikut-ikutan dan tergoda menggunakan konten receh di akun medsos. Hal itu sebagaimana yang dilakukan para pejabat publik lain.
“Puan yang tidak tergoda ikut-ikutan cara instan dengan main konten receh di medsos, layak diapresiasi. Karena akun medsos pejabat publik seharusnya memang menjadi bagian dari komunikasi publik itu sendiri,” tandasnya.
Sehingga bila isinya hanya konten receh, justru akan menimbulkan pertanyaan. “Apakah fungsi pejabat publik itu membuat rakyat tertawa dengan konten receh? Atau melayani rakyat dengan kerja nyata,” tegasnya balik bertanya.
Pembeda
Dia menambahkan, konsistensi Puan dalam menampilkan kerja-kerja politik sebagai pimpinan wakil rakyat di medsos, dinilai sebagai pembeda dari kebanyakan pejabat publik pada hari-hari ini. dijelaskan, konten receh sebenarnya tidak masalah jika hanya menjadi kemasan (packaging) dari substansi kerja-kerja pejabat publik.
“Khususnya sebagai pertanggungjawaban mandat yang diberikan rakyat. Gimmick dalam komunikasi perlu untuk mengemas substansi. Tapi yang kita lihat sekarang kan banyak yang gimmick dan receh, tapi tidak ada hubungan dengan substansi kerja mereka sebagai pejabat publik,” ucapnya.
Dia lalu mencontohkan pejabat publik yang berjalan di trotoar berlagak seperti Ariel Noah, yang tidak ada substansi kerjanya. Makanya ketika Puan tidak ikut-ikutan main konten receh, hal itu bagus sebagai pembeda.
“Pilihan Puan untuk tidak memainkan konten receh karena tugas dan tanggung jawabnya sebagai Ketua DPR RI tidaklah ringan. Utamanya dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut,” tuturnya.
Oleh karenanya, pilihan Puan untuk lebih menggunakan akun media sosialnya untuk menyampaikan progres dan hasil kerja-kerjanya kepada rakyat, sudahlah tepat. Misalnya seperti dalam pengesahan UU TPKS yang lalu.
“Sehingga DPR jadinya diapresiasi. Hal itu karena Ketua DPR terus menyampaikan progres dan hasil kerja pembuatan UU yang ditunggu-tunggu untuk melindungi rakyat dari kekerasan seksual,” jelasnya.
Selain itu, rakyat jadi tahu bahwa di balik pengesahan UU TPKS, ada peran DPR yang besar.