Banjir rob yang menyergap kawasan pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah (Jateng) dan pesisir Jawa Timur baru-baru ini, menjadi fakta yang relevan.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (Dok. Bambang Soesatyo)
“Utamanya karena dampak itu tak jarang menghadirkan ekses yang ekstrim. Antara lain seperti kerusakan properti akibat diterjang angin kencang maupun banjir bandang,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Senin (30/5).
Ekses lainnya meliputi penurunan kualitas lingkungan hidup dan serta dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Banjir rob di pesisir utara Jateng bukanlah peristiwa baru.
“Sering berulang sehingga sudah diantisipasi dengan membangun tanggul. Namun, peristiwa baru-baru ini, seperti menghadirkan penjelasan tentang eskalasi dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Mulai terjadi sejak Senin (23/5), genangan air meluas ke beberapa wilayah selama beberapa hari. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga hari keempat atau Jumat (27/5), hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di sepanjang pesisir pantura Jawa Tengah dilanda banjir rob.
“Wilayah yang terdampak meliputi Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang,” tandasnya.
Di Rembang, banjir rob merusak banyak rumah warga dengan nilai kerugian miliaran rupiah. Banjir rob di hampir seluruh pesisir Jatim juga menyebabkan kerugian masyarakat.
“Di Kabupaten Tuban, rumah warga di Desa Gadon, Desa Sugihwaras, Kelurahan Karangsari dan Kelurahan Kingking terendam. Selain itu, ratusan petambak di Gresik harus menanggung rugi ratusan juta rupiah,” paparnya.
Antisipasi
Di Kecamatan Ujungpangkah, lima hari banjir rob merendam ribuan hektar tambak ikan bandeng dan udang windu milik petani. Dampak banjir rob terhadap warga di kota Semarang mengajarkan beberapa aspek.
“Langkah antisipasi untuk meminimalisir dampak rob di Semarang sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya dengan membangun tanggul di pelabuhan Tanjung Emas. Namun, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim merusak tanggul itu pada Senin (23/5),” tegasnya.
Tanggul Tanjung Emas yang jebol menyebabkan air rob masuk ke permukiman warga dan menggenangi sejumlah wilayah di kawasan itu. Para ahli telah mengingatkan bahwa kenaikan muka air tanah akan terus terjadi.
“Di beberapa wilayah, muka air tanah bahkan sudah di atas permukaan tanah. Sebagai contoh kasus, beberapa portal media pada akhir tahun lalu melaporkan sebuah rumah ibadah di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, menjadi saksi tentang naiknya level muka air laut dan turunnya permukaan tanah,” imbuhnya.
Dalam laporan itu, diperlihatkan gambar tenggelamnya sebagian bangunan rumah ibadah, yang berlokasi tepat di balik tanggul besar penahan air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa. Jika kecenderungan naiknya muka air laut tidak ditanggapi dengan perencanaan pembangunan yang relevan, proses tenggelamnya bangunan di pesisir pantai Jakarta ini bisa terjadi juga di pesisir pantai daerah lain.
“Oleh karena naiknya muka air laut disebabkan oleh perubahan iklim, secara tidak langsung muncul dorongan bagi semua orang. Yakni untuk segera beradaptasi dengan beragam dampak perubahan iklim itu,” tukasnya.