Kebijakan domestic market obligation (DMO) yang dibuat Presiden Joko Widodo - menyusul pembukaan keran ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya – dikhawatirkan tidak dapat menurunkan harga minyak goreng.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Dan terbukti tidak terlalu berdampak pada harga jual minyak goreng di pasaran,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto di Jakarta, Kamis (26/5).
Sebab menurutnya, eksportir CPO belum tentu punya kebun sawit dan memiliki jaringan pemasaran domestik. Sehingga aliran DMO CPO menjadi rumit dan bolak-balik.
“Lain halnya dengan penerapan DMO batubara, dimana eksportir batubara juga adalah produsen batubara itu sendiri. Saat penerapan kebijakan subsidi minyak goreng curah dan secara bersamaan dilakukan pelarangan ekspor CPO, harga minyak goreng curah tetap jauh di atas HET,” ujarnya.
Padahal akibat kebijakan tersebut, bahan baku minyak goreng berlimpah di dalam negeri. Artinya, biang keladi kelangkaan dan harga minyak goreng yang jauh di atas HET, bukanlah soal ketersediaan bahan baku minyak goreng di dalam negeri.
“Jadi, apalagi sekedar kebijakan DMO sebesar 20 persen dari ekspor CPO dan turunannya serta dengan harga domestic price obligation (DPO). Saya kurang bisa memahami cara berpikir pemerintah terkait kebijakan ini,” tandasnya.
Tegas
Dia juga mempertanyakan kenapa pemerintah tidak menerapkan instrumen bea keluar ekspor sawit, sebagaimana banyak disarankan para ekonom. Dia juga menilai, pemerintah sudah selayaknya bertindak tegas.
“Jangan ragu-ragu dan jangan pandang bulu kepada para pengusaha nakal dan mafia minyak goreng yang sudah menyusahkan masyarakat dan negara ini. Patut diduga, mereka terkait dengan lingkar dalam kekuasaan,” tegasnya
Pemerintah juga jangan ragu-ragu untuk mencabut izin produksi termasuk mencabut hak guna usaha (HGU) atas lahan negara, yang mereka gunakan untuk kebun sawit. Selain itu yang sangat penting untuk jangka panjang, secara bertahap pemerintah harus mengubah struktur pasar minyak goreng yang oligopolistic, menjadi pasar yang adil.
“Peran koperasi dan BUMD/BUMN harus didorong untuk memproduksi minyak goreng bagi keperluan domestic,” tuturnya.
Untuk diketahui, dari RDP Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Industri Agro, Kemenperin Selasa (24/5), diinformasikan terbitnya Permenperin tentang terminasi program minyak goreng curah bersubsidi terhitung 31 Mei 2022. Dengan pemberlakuan kembali kebijakan DMO CPO, maka program subsidi untuk produksi minyak goreng curah di Kemenperin juga dihentikan pemerintah.