Masyarakat diimbau tidak panik dan paranoid terkait penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto. (Dok. Kemenko PMK)
"Tidak perlu paranoid, yang penting tetap jaga prokes," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto, Rabu (18/5).
Dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak bertukar makanan-minuman, dengan orang lain. Jika hendak berbagi makanan, upayakan sedari awal.
"Hal itu juga penting untuk diterapkan pada anak-anak. Berbaginya itu sejak awal, bukan saat makan terus berbagi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti sejumlah hal yang menjadi perhatian khusus DPR. Salah satunya termasuk soal kasus hepatitis akut anak.
Penyakit itu resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh World Health Organization (WHO) pada 15 April 2022 lalu.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E, tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Agus menambahkan, pemerintah juga berkoordinasi dengan WHO terkait keberadaan penyakit tersebut dan telah menyiapkan 19 rumah sakit (RS) rujukan yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Sudah bisa dirujuk di 19 RS. Yang paling Timur saya kira Makasar dan Manado. Sayangnya, yang di Papua belum ada sebagai rujukan," tandasnya.
Agus juga menyatakan, pembelajaran tatap muka (PTM) masih bisa dilangsungkan asalkan tetap mematuhi protokol kesehatan. Sehingga, silakan berlangsung asal menjaga prokes.
"Tidak harus menutup pendidikan dulu. Kemunculan hepatitis akut masih belum menjadi wabah," tegasnya.
Terkendali
Dimana situasi dan kondisi masih terkendali. Hal itu melihat situasinya masih sporadik. Dimana ternyata banyak yang discarded.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan merilis tata laksana dan biaya pasien hepatitis akut masuk Jaminan Kesehatan Nasional. "Pembiayaan kasus ini melalui mekanisme JKN, ditanggung sesuai dengan kepesertaan,“ kata Direktur RSPI Sulianti Saroso dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH.
Aturan mengenai pembiayaan ini terdapat dalam keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, panduan tata laksana hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Didalamnya termasuk jenis status, kesiapan sarana dan prasarana, tata laksana, pencegahan dan pengendalian infeksi.
"Selain itu, pencatatan dan pelaporan, serta biaya perawatan pasien masuk dalam JKN. Pemerintah memastikan pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas sampai rumah sakit umum pemerintah dan dapat melakukan pemeriksaan," tuturnya.
Kemudian, hasil sampel akan dikirimkan ke laboratorium Litbangkes. Laboratorium litbangkes untuk menerima seluruh rujukan sampel atau spesimen untuk pasien yang diduga hepatitis.
"Termasuk mempersiapkan ketersediaan reagen WGS, reagen PCR, pemeriksaan sampel untuk melihat apakah ada di saluran pencernaan penyebab-penyebab yang menyebabkan hep akut, termasuk panel respiratory. Termasuk mempersiapkan SDM untuk penerimaan dan analisa," paparnya.
Saat ini, dugaan kasus hepatitis akut terus naik di berbagai negara. Badan kesehatan dunia WHO melaporkan, ada 429 kasus probable dan di Indonesia per tanggal 17 Mei ada 27 kasus, didominasi status probable dan pending.