Saat ini krisis tengah menghadang. Akan tetapi, para menteri justru mencari ‘cuan' dan popularitas. Akhirnya presiden menanggung beban sendiri.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Fahri Hamzah. (Gelora Media Center)
“Semua menteri yang punya konflik kepentingan - baik pribadi maupun jabatan - sebaiknya mengundurkan diri. Kabinet ini babak belur, padahal masih 2,5 tahun lagi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, Kamis (12/5).
Menurutnya, saat ini krisis tengah menghadang. Akan tetapi, para menteri justru mencari ‘cuan' dan popularitas. Akhirnya presiden menanggung beban sendiri.
“Saya mengingatkan kembali komitmen Presiden Jokowi yang menentang adanya sistem rangkap jabatan dalam semua lini pemerintahan. Tapi memang susah kalau di kabinet justru yang berkembang adalah budaya tidak tahu diri,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, pedagang kelas menengah tiba-tiba memegang jabatan politik penting. Dimana seharusnya tahu diri dan berterima kasih serta fokus kerja bantu presiden.
“Kalau mereka menganggap diri profesional, ya profesional saja. Curahkan ilmu sedalam-dalamnya, untuk membereskan kerja-kerja besar yang ditugaskan oleh presiden. Tapi sayangnya pada aji mumpung,” tandasnya.
Dikatakan, para Menteri tersebut melihat popularitas adalah segala-galanya dan ingin berkuasa. Akhirnya, kepercayaan yang begitu besar dari presiden dan kekuasaan yang begitu luas, justru dipakai untuk membangun popularitas.
“Dan tentunya menambah pundi-pundi dengan alasan biaya politik. Bahkan, tanpa canggung-canggung mereka bangga dengan semuanya, padahal kerja tidak becus,” tegasnya.
Rangkap Jabatan
Dia menambahan, di Indonesia aturan rangkap jabatan belum terlalu ketat diatur. Namun demikian, mereka yang merasa dirinya sekolah di Barat, seharusnya tahu diri.
“Bahwa konflik kepentingan sebaiknya dihindari. Pengabdian harus fokus, tidak bisa dicampur-campur dengan agenda pribadi. Mungkin saja para pedagang yang juga menjadi pejabat, sukses meyakinkan presiden bahwa mereka lebih efektif kalau jadi pejabat dibandingkan birokrat atau politisi,” sindirnya
Namun menurutnya, hal ini awal bencana bagi mereka. Apalagi oleh sebagian pengamat mereka ini diberi gelar 'pengpeng' yaitu penguasa pengusaha. Atau secara bercanda, mereka disebut ‘penguasaha.’
“Mereka tidak paham makna luhur jadi abdi negara. Sehingga dicampur dan membuat kerja tidak fokus. Parahnya, sampai pada tahap bikin kebijakan yang menguntungkan pribadi,” kecamnya.
Oleh karena itu, dia berharap Jokowi sadar bahwa kabinet harus dipulihkan keadaannya. Mengingat waktu 2,5 tahun masih panjang untuk fokus mengerjakan banyak hal bagi kepentingan umum yang masih banyak terbengkalai.
“Mumpung masih punya waktu, sebaiknya Jokowi merombak kabinetnya dan melepas para menteri yang ditengarai memiliki ambisi politik. Sehingga kegiatan rangkap jabatan bisa dihilangkan,” tukasnya.