Pemerintah diminta menghentikan semua pernyataan terkait isu-isu inkonstitusional yang membuat gaduh.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat public expose big data di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Kamis (14/4). (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“DPD RI secara objektif mengingatkan pemerintah agar fokus pada menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi,” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat public expose big data di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Kamis (14/4).
Kesimpulan tersebut didapat dengan merujuk pada tren dan perkembangan serta dinamika dalam masyarakat melalui analisis big data. Pemerintah juga harus meninggalkan atau menghentikan semua pernyataan terkait isu-isu yang in-konstitusional.
“Antara lain seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Public expose big data DPD RI merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya.
Dimana setiap badan publik - yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif - yang memberikan informasi ke publik di ruang terbuka, wajib membuka datanya apabila diminta. Pasal 11 UU Nomor 14 Tahun 2008 terutama poin 1 menyebut, badan publik wajib menyediakan Informasi publik setiap saat.
“Di poin 1 F disebutkan, hal itu meliputi informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang disediakan dan diumumkan secara berkala,” tandasnya.
Perbincangan
Dikatakan, public expose big data DPD RI mengungkap perbincangan publik pengguna media sosial. Terutama terhadap isu sosial, ekonomi dan politik.
“Ekspose publik ini penting. Karena sebelumnya, secara terbuka saya telah membantah klaim yang disampaikan Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan,” tegasnya.
Dimana saat itu dia mengatakan bahwa dari temuan big data, ada sekitar 110 juta masyarakat pengguna media sosial menghendaki penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.
“Kegiatan dan atau pernyataan elit politik - baik itu menteri atau ketua partai - terkait penundaan pemilu/perpanjangan masa jabatan/tiga periode, justru tidak direspon positif oleh publik,” ucapnya.
Sebagai bagian dari keterbukaan informasi, lanjutnya, dirinya menyampaikan bahwa DPD RI, sejak dua tahun ini memang telah menggunakan big data. Yakni untuk melakukan bacaan terhadap dinamika masyarakat pengguna media sosial di 34 provinsi di Indonesia.
“Lewat big data ini, DPD RI juga mengetahui bagaimana respon publik terhadap pandemi Covid-19, inflasi serta kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok dan BBM. Kami juga membaca bagaimana respon publik terhadap kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng,” imbuhnya.