Presiden Joko Widodo diharapkan bisa mengambil pelajaran dari Sri Langka, Pakistan dan Peru.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta. (Foto: Gelora Media Center)
“Krisis itu datang dengan karakternya sendiri, tidak bisa dikendalikan dan direncanakan. Tiba-tiba kita mendengar ada mosi tidak percaya di Pakistan, kemudian di Sri Langka terjadi krisis pangan dan politik, di Peru pun demikian,” kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta di Bogor, Sabtu (9/4) petang.
Hal itu disampaikannya dalam acara buka puasa bersama dengan sejumlah tokoh ICMI dan Kahmi. Menurutnya, situasi seperti itulah yang kira-kira yang akan dihadapi sekarang.
“Krisis pemerintahan di tiga negara tersebut akibat para pemimpinnya mengalami kebingungan. Dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menghadapai krisis berlarut saat ini,” ujarnya.
Sebagai negara dengan populasi besar, kata dia, Indonesia sangat rentan terhadap ancaman disintegrasi. Apalagi, Indonesia memiliki kelemahan dalam masalah ketahanan pangan.
“Sehingga, bukan mustahil Indonesia menjadi korban berikutnya. Soal minyak goreng dan kenaikan harga BBM, hanya pemicu kecil. Dimana ke depan kita akan menghadapi situasi yang jauh lebih sulit dari pada yang sekarang,” tandasnya.
Karena itu, lanjutnya, yang harus dilakukan adalah mengubah tantangan menjadi peluang. Kedua, menyatukan elit sekarang dan keluar dari polarisasi, karena mematikan politik dan berbahaya buat negara.
“Diperlukan satu gerakan pemikiran baru dari kelompok intelektual di luar partai politik yang ada sekarang. Pergulatan intelektual baru tersebut, diharapkan mampu mewujudkan cita-cita besar Indonesia,” tegasnya.