Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Arifin Abdul Majid Arifin sangat menyesalkan nama organisasinya dicatut untuk kepentingan politik.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menerima kunjungan jajaran pengurus APDESI, Minggu (3/4) malam. (Foto: Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Di dalam AD/ART APDESI ditegaskan bahwa APDESI tidak berpolitik. Selain itu yang lebih utama lagi, di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga jelas diatur bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang berpolitik,” katanya di kediaman Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Jakarta, Minggu (3/4) malam.
Selain itu, dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode, tidak sesuai konstitusi. Karena itu pula, APDESI menolak hal tersebut. “Makanya kalau kita ikut-ikutan dukung, artinya melanggar konstitusi. Yang kemarin kita anggap pembohongan dan pembodohan,” ujarnya.
Dijelaskan, APDESI yang dipimpinnya merupakan asosiasi berbadan hukum alias sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sejak 2016 silam. Selain itu, pihaknya telah mendapatkan pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0001295-AH.01.08 Tahun 2021.
“Yakni tentang Perubahan Perkumpulan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia dengan Ketua Umum Arifin Abdul Majid dan Sekretaris Jenderal Muksalmina. Sedangkan yang menyelenggarakan silaturahmi nasional dengan Ketua Umum Surta Wijaya, nama ormasnya DPP APDESI,” tandasnya.
Selain tidak berbadan hukum juga tidak terdaftar di Kemenkumham. Dimana mereka hanya memegang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri. “Dan SKT itu juga baru terbit sehari sebelum acara silatnas di Istora itu. Ini kan janggal,” tegasnya.
Manipulasi
Sedangkan Sekjen APDESI Muksalmina menilai, ada upaya memanipulasi nama APDESI untuk mobilisasi kepala desa dan kemudian melibatkannya dalam politik praktis. “Ini jelas-jelas melanggar. Kenapa pemerintah mendukung upaya itu,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, LaNyalla menegaskan keinginan agar Presiden Joko Widodo menjabat tiga periode, merupakan pelanggaran konstitusi. “Saya sudah ingatkan, bahwa langkah itu sebuah pelanggaran terhadap konstitusi. Dimana konstitusi jelas menyatakan bahwa jabatan presiden itu dua periode,” jelasnya.
Kalau kemudian kepala desa mendukung presiden tiga periode, berarti secara sengaja melanggar sumpah jabatandan melanggar konstitusi,” paparnya. Oleh karena itu LaNyalla meminta kepada Komite I DPD RI untuk segera mengundang Menteri Dalam Negeri dan APDESI, agar permasalahan tersebut terang.
“Kenapa hal itu bisa terjadi? Kenapa wacana yang jelas melanggar itu bisa muncul? Kita akan gunakan hak DPD sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan UU,” imbuhnya. Sedangkan Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan, acara Silatnas APDESI di Istora beberapa waktu lalu termasuk blunder.
“Hal itu menunjukkan kalau APDESI melakukan kegiatan politik praktis yang jelas-jelas melanggar aturan. Jelas bahwa di dalam UU, kepala desa tidak boleh berpolitik. Kalau berpolitik, seharusnya mereka ini dimakzulkan atau bisa dilengserkan,” tukasnya.