Misterinya Minyak Goreng

Walah! Pemerintah Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng

Keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar, menandakan pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng.

Walah! Pemerintah Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Foto: Biro Protokol dan Humas DPR RI)

Wowsiap.com - Keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar, menandakan pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng.

“Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga eceran tertinggi HET minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp 14 ribu per liter,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto, Rabu (16/3). 

Dimana sebelumnya HET minyak goreng curah adalah Rp 11.500 per liter. Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar. 

“Para penimbun yang menahan minyak goreng murah, akan bersorak-sorai merayakan kemenangan. Yakni sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah serta Menteri Perdagangan yang menjilat ludah sendiri,” ujar.

Menurutnya, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah. Hal itu karena pasar minyak goreng bersifat oligopolistik. Dari data Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), pasar minyak goreng dari hulu ke hilir - termasuk terintegrasi ekspor - dikuasai hanya oleh empat produsen.  

“Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik ini.  Karenanya mana sudi mereka diganggu. Apalagi, harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka 2.000 dolar AS per ton,” tandasnya.

Signifikan
Dimana penerimaan ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar 28,5 miliar dolar AS dan naik 55 persen dibanding tahun 2020 yang hanya 18,4 miliar dolar AS.  Padahal secara volume, tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

“Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya. Pengenaan domestic market obligation (DMO) CPO sebanyak 20 persen dari kuota ekspor, yang kemudian bahkan dinaikan menjadi 30 persen, sekaligus dengan domestic price obligation (DPO), secara langsung memangkas keuntungan tersebut,” tegasnya.

Dalam jangka panjang, lanjutnya, pemerintah harus berani menata niaga minyak goreng. Hal itu agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistic.

“Yakni dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) termasuk juga Bulog untuk menata niaga minyak goreng,” ucapnya.

Sebab sekarang ini, kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas. Yakni beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas dan cabai.

“Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai dan jagung,” imbuhnya.

mekanisme pasar minyak goreng pengusaha ekspor CPO