Presiden Joko Widodo dinilai telah tepat menyatakan sikap Indonesia terkait situasi di Ukraina.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. (Foto: Istimewa)
“Hal ini konsisten dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Bila Presiden menyebut Rusia melakukan invasi, maka terlihat keberpihakan Indonesia terhadap Ukraina yang didukung oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat serta Australia,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Jumat (25/2).
Menurutnya, Jokowi juga menghindari diri untuk membuat pernyataan yang membenarkan sikap Presiden Vladimir Putin untuk mengakui dua republik baru, yang merupakan pecahan dari Ukraina. Yaitu Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
“Oleh karenanya, siapapun yang kalah ataupun menang dalam kemungkinan perang di Ukraina, tidak bisa menuduh Indonesia memiliki keberpihakan. Sikap tidak memihak ini bukan berarti Indonesia hendak mencari selamat,” ujarnya.
Akan tetapi dilakukan agar Indonesia dapat secara aktif berupaya agar perang tidak bereskalasi menjadi besar. Dikatakan, Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktif, tidak boleh sekedar menjadi penonton.
“Akan tetapi harus mengambil berbagai inisiatif agar perdamaian tercipta. Inisiatif ini semakin penting dirasakan, karena Indonesia saat ini sedang menjabat Presidensi G20. Eskalasi perang akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi internasional,” tandasnya.
Untuk itu, bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan, sebagaimana yang disampaikan oleh Jokowi. “Selain itu, saatnya bagi Indonesia untuk tampil dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia,” tegasnya.