Momentum Presidensi G20 Indonesia akan dimanfaatkan untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia. Khususnya dalam memandu pemulihan dampak pandemi dengan memanfaatkan teknologi digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate (Foto: Biro Humas Kementerian Kominfo)
“Untuk Presidensi G20 Indonesia, pemerintah telah menetapkan tiga prioritas nasional. Yakni berkaitan dengan arsitektur kesehatan global yang lebih inklusif, transformasi digital khususnya digital economy dan yang ketiga terkait dengan transisi energi,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Menurutnya, di tengah dinamika global seperti keterbatasan ruang fiskal dunia, climate change dan geopolitik, kondisi di Indonesia akan relatif berbeda. Sebab di Indonesia, kebijakan yang dilakukan untuk melakukan countercyclical melalui stimulus fiskal untuk mendukung transformasi pada tahap awal pandemi Covid-19, berbuah dengan baik.
“Hal itu juga menjadi bahasan dalam Forum G20 tahun 2022. Kalau di Amerika Serikat inflasi tinggi 7 persen, di Argentina hiperinflasi 50,9 persen, di Turki 45 persen tahun 2021, Indonesia justru mengalami inflasi yang rendah 2,18 atau hampir 2,2 persen,” ujarnya.
Hal ini karena ketepatan akurasi dan kemampuan adaptasi nasional. Temasuk kemampuan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk menjaga perekonomian Indonesia dengan baik.
“Pemerintah Indonesia serius dalam menjaga konsistensi reformasi struktural. Bahkan, guna menjaga pertumbuhan, Indonesia tidak bergantung hanya pada stimulus fiskal saja. Oleh karena itu, Pemerintah terus mendorong pertumbuhan sektor lain, seperti konsumsi rumah tangga, investasi ekspor dan impor, industri pengolahan dan perdagangan,” tandasnya.
Dikatakan, sektor ekonomi digital memiliki potensi besar. Pada tahun 2021, valuasi transaksi ekonomi digital Indonesia berdasarkan gross merchandise value (GMV) sebesar 70 miliar Dolar AS.
“Atau setara dengan kenaikan 49 persen dibandingkan tahun 2020. Sementara di tahun 2025, prognosis ukuran dari ekonomi digital indonesia diperkirakan sebesar 146 miliar Dolar AS atau tingkat compound annual growth rate sebesar 20 persen dibanding tahun 2021,” tegasnya.
Sedangkan di tahun 2030, diperkirakan prognosis digital economy Indonesia mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan perkiraan tahun 2025. Yaitu sebesar sekitar 316 miliar Dolar AS.
Tekanan
Pandemi juga memiliki dampak khusus ke Pasar Modal Indonesia. Menurutnya, selama Januari 2020 sampai Juli 2020, terjadi tekanan besar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia. Dimana titik terendah pada Maret 2020 indeks kita sebesar 3.990,” ucapnya.
Namun, pemulihan bertahap terjadi di awal tahun 2021 sampai dengan akhir tahun 2022. Dimana IHSG rebound dan melampaui sebelum IHSG sebelum Covid-19. Menurutnya, kondisi itu memberikan gambaran bahwa pemulihan di sektor Pasar Modal berjalan sangat cepat.
“Dampak pandemi Covid-19 di kuartal pertama tahun 2021 tidak berlangsung lama. Ada tren positif di tahun 2021 ketika 54 perusahaan melakukan Initial Public Offering, sehingga sekarang jumlah perusahaan yang terdaftar mencapai 766 perusahaan. Rata-rata nilai transaksi harian menunjukkan tren yang positif,” tuturnya.
Nilai transaksi harian pascapandemi juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari periode-periode sebelumnya. Kemudian, dana yang berhasil dikumpulkan dari IPO cukup besar yakni sekitar Rp 62,6 triliun.
“Dibanding 2020, persentase kenaikan bahkan mencapai 1000 persen. Capaian itu merupakan jumlah dana terbesar yang berhasil dikumpulkan IPO sepanjang sejarah Pasar Modal Indonesia,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Bursa Indonesia menjadi bursa dengan jumlah investor terbanyak di kawasan ASEAN selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2019. Yang patut disoroti adalah peningkatan jumlah investor baru yang mencapai 92,7 persen dibandingkan tahun 2020.
“Atau setara dengan 36,7 juta investor. Sehingga saat ini ada sekitar 7,5 juta investor,” tukasnya.