Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) adalah ide besar, yang memerlukan penjelasan atau narasi yang komprehensif. Sebab, jika tidak, penuntasan ide besar tersebut akan terhambat.
Desain Ibu Kota Negara baru. (Foto: ikn.go.id)
“Dalam menggagas pemindahan IKN, Presiden Joko Widodo terlihat spontan walau sudah terencana dengan baik. Karena itu, diperlukan para penutur serta pembela RI 1 untuk membela gagasan besar tersebut,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah.
Menurutnya, yang dilakukan terhadap IKN baru bernama Nusantara sejatinya tidak sekadar membangun kota biasa. Tapi, membangun 'wajah' negara, yang mencerminkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan mencakup memori sejarah nasional.
“Pembangunan IKN harus berbasiskan pada ide besar tentang Indonesia, yang bisa diceritakan pada dunia. Harus ada ide besar, narasi yang baik dan tepat, untuk mengajak bangsa ini bersepakat memindahkan IKN,” ujarnya.
Dikatakan, dalam sejarahnya bangsa Indonesia tidak pernah merancang dan membangun IKN, termasuk Jakarta. Sebagai contoh, Istana Negara adalah bangunan peninggalan Kolonial Belanda. Demikian juga Gedung DPR/MPR, yang sebenarnya adalah Gedung CONEFO yang dibangun Bung Karno.
Sementara mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Achir Chaniago mengatakan, pemindahan IKN merupakan wujud dari upaya transformasi Indonesia. Dimana kota besar di Pulau Jawa pada umumnya adalah kota yang kualitasnya tak bertambah, karena kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun.
“Tekanan jumlah penduduk kemudian melahirkan problem ekologi dan pangan. Tak hanya itu, ketimpangan antara Pulau Jawa dan luar Jawa pun beranak-pinak. Konsekuensinya, pertumbuhan kemiskinan di luar Jawa, khususnya Indonesia tengah dan Timur meningkat,” tandasnya.
Menumpuk
Ketimpangan sumber daya manusia juga meninggi akibat ketimpangan sentra-sentra pendidikan unggul, yang menumpuk di Jawa. Solusi dari semua itu adalah melakukan transformasi.
“Yakni dari pola pembangunan kolonial yang mengandalkan 'magnet' tunggal di Jakarta maupun Jawa, ke model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia. Jadi magnet tunggal itu harus dipecah dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu,” tegasnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan, dengan ditandatanganinya UU IKN oleh Presiden Jokowi, bangsa ini akan menorehkan sejarah baru dalam peradabannya. Sejarah baru itu adalah pindahnya IKN dari Jakarta ke wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Pro kontra lumrah dalam negara demokrasi. Dengan catatan, mengungkapkan pendapat itu harus dilakukan secara elegan,” tukasnya.