Rentan, Penerapan Restorative Justice Tanpa Ketentuan Jelas

Penerapan restorative justice tanpa ketentuan yang jelas dan penerapan yang akuntabel, dinilai bisa jadi rentan dan menjadi instrumen transaksional.

Rentan, Penerapan Restorative Justice Tanpa Ketentuan Jelas

Ketua SETARA Institute Hendardi. (Foto: Lokadata)

Wowsiap.com - Penerapan restorative justice tanpa ketentuan yang jelas dan penerapan yang akuntabel, dinilai bisa jadi rentan dan menjadi instrumen transaksional. Kekhawatiran ini juga yang diingatkan oleh Kapolri, agar keadilan restoratif tidak menjadi ajang transkasional.

“Pekerjaan selanjutnya dari Polri adalah bagaimana mengontrol penerapan pendekatan ini. Sehingga tidak menjadi ruang negosiasi pihak berperkara dan memastikan penerapannya selektif, berkeadilan dan akuntabel,” kata Ketua SETARA Institute Hendardi, Rabu (26/1).

Seperti diketahui, dalam waktu yang bersamaan, Polri dan Kejaksaan Agung merilis kinerja pengarusutamaan pendekatan restorative justice dalam penanganan perkara pidana. Polri merilis 11.811 kasus diselesaikan dengan pendekatan ini, sepanjang tahun 2021.

Sedangkan Jaksa Agung merilis 53 kasus sepanjang Januari 2022 juga diselesaikan dengan pendekatan yang sama. Langkah dua institusi penegak hukum ini merupakan salah satu ikhtiar untuk menangani problem akut overcapacity lembaga pemasyarakatan.

“Akibat orientasi penegakan hukum yang memusat pada tujuan retributif, yakni keadilan dalam bentuk pembalasan yang berujung pada pemidanaan. Ikhtiar serupa sempat didorong oleh berbagai kalangan untuk menyusun suatu regulasi setingkat Peraturan Presiden tentang Reorientasi Penyidikan Perkara Pidana di Kepolisian. Akan tetapi, hingga hari ini tidak tuntas,” ujarnya.
 
Adapun di Kejaksaan Agung yang juga memiliki aturan tersendiri, restorative justice bisa dimaknai sebagai koreksi atas langkah kepolisian yang terlanjur melakukan proses penyidikan atas suatu perkara. Padahal bisa diselesaikan dengan dengan pendekatan keadilan restoratif.

“Sebagai pengendali kebijakan penuntutan, sesuai asas dominus litis, peran Kejaksaan sangat strategis. Yakni untuk memastikan bahwa limpahan perkara dari kepolisian bukanlah sesuatu yang taken for granted,” tandasnya.

Dengan demikian, penerapan restorative justice di tubuh Kejaksaan berkontribusi signifikan pada penguatan sistem peradilan pidana. Untuk memperkuat penerapan keadilan restoratif ini, sejumlah regulasi perlu disusun, sambil menunggu pengaturan yang lebih kokoh sebagaimana telah direncanakan diadopsi dalam RUU KUHAP.

Penerapan prinsip restorative justice ini bukan melulu mengandalkan diskresi Kapolri atau Jaksa Agung. Akan tetapi harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang disepakati, sehingga potensi-potensi abusif atas pendekatan ini bisa dihindari.

Restorative justice kejaksaan polri pidana perkara