Pernyataan pemerintah yang mengatakan bahwa BBM jenis Premium sepi peminat, sangat disesalkan. Karenanya, pemerintah diminta berhenti bernarasi seperti itu.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: dpr.go.id)
“Narasi itu menyesatkan dan berpotensi masuk kategori kebohongan publik. Faktanya, banyak masyarakat yang mencari Premium. Jadi stop narasi yang membodohi masyarakat seperti ini,” kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/1).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan bahwa tren penggunaan Premium terus menurun. Masyarakat kini lebih suka menggunakan Pertalite, karena bisa memberikan kenyamanan bagi kendaraan.
Dijelaskan, di wilayah Pulau Jawa, penggunaan Premium saat ini hanya 0,3 persen. Arifin meyakini, tanpa dihapus oleh pemerintah pun, penggunaan Premium akan hilang dengan sendirinya secara bertahap.
Namun menurut Mulyanto. penurunan penggunaan Premium terjadi karena barang tersebut langka di pasaran. Sebab, Pertamina mengurangi jumlah pasokan dan distribusi BBM jenis Premium dan bukan karena peminatnya yang berkurang.
“Saya minta Pertamina melihat kondisi di lapangan. Begitu pasokan Premium datang, langsung habis diserbu masyarakat. Jangankan Premium, BBM jenis pertalite saja kadang-kadang di wilayah tertentu kerap langka,” ujarnya.
Buka Data
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah buka-bukaan soal data jumlah distribusi BBM Premium ke berbagai wilayah. Logika masyarakat secara umum adalah BBM murah, bukan BBM bersih.
“Ini timbul karena keterbatasan daya beli mereka. Apalagi di tengah Pandemi yang belum berakhir dan recoveri ekonomi yang masih lamban,” tandasnya. Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu juga memahami, kelangkaan tersebut terjadi karena Premium adalah BBM khusus penugasan.
Dimana pemerintah memberikan penugasan kepada Pertamina untuk menjual rugi BBM jenis tersebut. Kemudian, kerugian atau selisih harga keekonomian dengan harga jual yang ditanggung oleh Pertamina tersebut dikompensasi atau diganti oleh pemerintah.
“Sayangnya, pembayaran kompensasi dari pemerintah tersebut sering kali menunggak. Jadi kalau kita mau lugas, duduk perkara yang sebenarnya adalah Pertamina mbalelo dalam menjalankan penugasan dan pemerintah sering kali menunggak dalam membayar biaya kompensasi,” tegasya.
Karenanya, dia tidak ingin jika pemerintah melempar persoalan ini ke masyarakat dengan mengatakan Premium sepi peminat. Apalagi, kondisi ekonomi masyarakat sekarang yang masih berat, perlu diperhatikan.
Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 117/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Perpres tersebut diterbitkan tertanggal 31 Desember 2021.
Dimana ditetapkan, bahwa Premium sebagai jenis BBM khusus penugasan dengan wilayah penugasan meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun sampai hari ini implementasi Perpres tersebut masih belum jelas.