Jumlah pembimbing manasik haji yang bersertifikat saat ini baru ada 8.500 orang. Sertifikat itu diperoleh dari 16 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: dpd.go.id)
“Padahal, target pemerintah adalah setiap 45 orang jamaah haji ada satu pembimbing tersertifikasi. Sehingga, harus ada 100 ribu orang pembimbing tersertifikasi,” kata Ketua Ikatan Pembimbing Haji Umroh Indonesia (IPHUIN) Adi Marfudin, Kamis (13/1).
Hal itu disampaikannya saat beraudiensi dengan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurut Adi, setiap tahun ada sekitar 221 ribu jamaah haji Indonesia yang berangkat menuju Mekkah.
“Namun, masih banyak persoalan haji yang timbul ketika jamaah tiba di Mekkah. Tahun 2019, kami jadi konsultan bimbingan haji di Arab Saudi. Hampir setiap tahun ada sekitar 320 persoalan yang diadukan jamaah. Artinya, ada masalah pada bimbingan manasik haji,” ujarnya.
Sementara, Indonesia masih memiliki 5,5 juta jamaah masa antre dengan tenggang waktu 45 tahun. Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia menyebut lembaganya mencoba inovasi untuk memanfaatkan masjid-masjid yang banyak tersebar di seluruh daerah, untuk menjadi tempat bimbingan manasik haji.
“Kami mencoba melahirkan gagasan dan inovasi baru. Yakni manasik haji berbasis masjid. Jadi nantinya di setiap masjid ada pembimbing haji bersertifikat,” tandasnya. Dia mengungkapkan, biaya sertifikasi pembimbing terbilang cukup tinggi.
Dimana biayanya sekitar Rp 7 juta per orang. Karenanya, dia berharap agar dapat lebih bersinergi dengan pemerintah dalam hal pembinaan, pelayanan dan bimbingan manasik haji di masing-masing wilayah.
Dana Haji
Menanggapi hal itu, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengaku memiliki perhatian yang lebih dalam hal haji dan umrah. Salah satunya adalah mengenai pengelolaan dana haji. Menurutnya, Indonesia memiliki triliunan rupiah dari dana haji.
“Mengapa tidak dana tersebut digunakan untuk membangun fasilitas untuk menampung jamaah haji kita di Arab Saudi? Sejauh ini belum ada fasilitas tetap milik pemerintah untuk jamaah haji asal Indonesia di Arab Saudi,” ungkapnya.
Dia juga mengusulkan adanya insentif untuk para pembimbing manasik haji. Insentif bagi pembimbing manasik haji menurutnya perlu menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah.
“Saya akan meneruskan aspirasi IPHUIN kepada pihak terkait seperti Kementerian Agama dan lainnya,” ucap dia. Adapun anggota Komisi III DPR RI Dipo Nusantara Pua Upa sependapat dengan gagasan LaNyalla.
Dia juga mempertanyakan mengapa Indonesia tak bisa seperti Malaysia, yang memiliki sekolah khusus bimbingan haji. Atau juga seperti Aceh misalnya. Mereka punya lahan di Mekkah. “Kita dorong agar pemerintah. Entah nantinya kontrak rumah atau beli. Selama ini kita kan masing-masing kloter berbeda tempat,” tuturnya.