Ketua kelompok DPD RI di MPR RI Tamsil Linrung menegaskan, presidential threshold (PT) menunjukkan adanya stratifikasi kelas yang sangat jelas. Karenanya, dia siap memperjuangkan PT 0 persen.
Ketua kelompok DPD RI di MPR RI Tamsil Linrung. (Foto: Sakti)
Selain itu, DPD secara kelembagaan maupun perorangan akan segera mengajukan judicial review atau uji materi terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Terutama yang berkaitan dengan persentase ambang batas PT 20 persen menjadi 0 persen.
“Jadi, perlu dipertegas PT 0 persen untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini. Dalam kaitan dengan pemilihan presiden, tampak jelas ada stratifikasi kelas antar warga negara di negeri ini,” katanya, Rabu (12/1).
Hal itu juga membuat warga negara yang non parpol, seperti digolongkan sebagai rakyat kelas dua. Sementara Pasal 6A Ayat 2 ditafsirkan warga yang tidak terafiliasi parpol, hanya punya hak untuk memilih dan bukan dipilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat capres maupun cawapres.
“Karena UU Pemilu mengatur pencalonan harus lewat parpol. Itupun dengan ambang batas dukungan minimal 20 persen kursi di DPR. Dalam prinsip demokrasi, pembagian kelas dan limitasi-limitasi tersebut, jelas melanggar hak asasi manusia (HAM),” ujarnya.
Karenanya, kata dia, ketentuan itu tidak adil dan bertabrakan dengan konstitusi. Bahkan, bisa disebut membajak demokrasi. Jika negeri ini konsisten dan konsekuen menerapkan sistem presidensial, seharusnya semua warga negara diberi kesempatan maju dalam kontestasi pilpres.
“Sehingga dapat mewujudkan kempimpinan nasional yang kuat. Disinilah perlunya perubahan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Minimal, ketentuan PT 20 persen yang kini lebih memungkinkan untuk diuji,” tandasnya.
Tamsil juga mengajak elemen masyarakat, termasuk kalangan kampus, untuk bersama-sama dan bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik. Yakni melalui penataan sistem presidential itu.