Negara dinilai tidak perlu terlalu detail masuk dalam industri kreatif. Sebab, para pelaku industri tahu apa yang harus dilakukan, termasuk memperjuangan kepentingan negara.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta (tengah). (Foto: Sakti)
“Sebaliknya, negara bertugas menciptakan eksosistem bagi industri kreatif. Antara lain memberi dukungan akademisnya, dimana perlu ada penguatan lembaga pendidikan yang berhubungan dengan industri kreatif,” Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta di Jakarta International Equestrian Park, Pulomas, Jakarta, Minggu (9/1).
Hal itu disampaikannya dalam konperensi pers usai penutupan Rapat Koordinasi Wilayah 07 DKI Jakarta dan Launching Nasional Sagara Movement. Menurutnya, dukungan penguatan pendidikan misalnya dengan membuat dan memperbanyak akademi perfilman.
“Juga memperkuat lembaga keuangannya, dukungan teknologi serta industri pendukungnya. Itu semua untuk menunjang keseluruhan proses. Sehingga, SDM, finansial dan teknologi bisa disatukan semua dalam ekosistem yang membuat produktivitas semakin tinggi,” ujarnya.
Selain itu, tingkat efisiensinya juga akan tinggi. Sehingga, industri kreatif harus bisa diintegrasikan dalam sistem ekonomi makro. Di tempat yang sama, Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekonomi Kreatif Partai Gelora Deddy Mizwar mengatakan, kehadiran negara dalam industri kreatif seperti film, sangatlah penting.
“Karena bisa menjadi diplomasi budaya. Sebagai contoh, China membuat film tentang Konperensi Asia Afrika (KAA) dan bukan diproduksi oleh Indonesia. Hal itu menunjukkan betapa pentingnya ‘kehadiran’ China dalam KAA yang diselenggarakan pada tahun 1955,” tandasnya.
Dipindahkan
Bahkan saking pentingnya, kata dia, sehingga seluruh lokasi syuting film tentang KAA dipindahkan semuanya ke China. Hal itu menunjukkan, betapa pentingnya menaikkan citra sebuah negara di hadapan bangsa lain.
“Saya ditawari untuk berperan sebagai Bung Karno. Tapi saya tidak mau, meski saya diminta menuliskan sendiri honor yang saya mau. Unlimited budget, karena film itu juga dipenuhi dengan aktor-aktor dari seluruh dunia,” tegasnya.
Dia juga melihat, film-film Korea yang mendunia, juga disponsori oleh negara. Demikian pula dengan proteksi pemerintah Amerika Serikat terhadap film-filmnya yang sangat luar biasa. Hal itu pula yang membuat gaya hidup, pola pikir dan budaya suatu bangsa, bisa diikuti oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
“Pun dengan produksi film India yang terus hidup, karena bioskop ada hingga tingkat kecamatan. Sehingga setiap film yang diproduksi, selalu ada yang menontonnya. Ini sangat berbeda dengan di Indonesia, dimana banyak kota yang tidak memiliki bioskop,” ucapnya.
Dia juga menilai, pemerintahan Indonesia dari masa ke masa tetap sama, tidak tahu bagaimana membenahi perfilman dan tidak ada perubahan. Padahal, dibandingkan dengan tujuan yang hendak dicapai, sebanyak apapun uang yang dikeluarkan untuk memproduksi film berikut distribusinya, tidak ada artinya.
“Sehingga, dibutuhkan political will yang sangat kuat sekaligus komitmen negara untuk menghargai budaya sendiri. Sebenarnya, gampang mengurus film kalau Gelora menang,” tukasnya.