Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan peleburan Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK) dan badan penelitian ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: pakmul.id)
“Pemerintah sebaiknya memoratorium atau menjeda proses penggabungan lembaga penelitian ke BRIN. Pemerintah juga perlu mendengar masukan dari para mantan pimpinan LPNK dan para pekerja Lembaga, yang terancam diberhentikan dari pekerjaannya karena dampak peleburan tersebut,” katanya, Kamis (6/1).
Menurutnya, pemerintah terlihat kedodoran menangani sumber daya manusia (SDM) pasca peleburan ini. Kasus SDM dari Lembaga Bio Molekuler Eijkman, Kapal Baruna dan pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang melapor ke Komnas HAM dan menyedot perhatian publik, hanyalah fenomena gunung es.
“Di balik itu masih banyak kasus lagi. Ada yang melaporkan bahwa sudah hampir tiga bulanan peneliti eks BPPT tidak memiliki tempat dan pekerjaan yang jelas. Para pejabat fungsional dan perekayasa juga bingung akan karir mereka ke depan,” ujarnya.
Dia mensinyalir, kegaduhan birokrasi ini akibat dari perubahan struktur organisasi BRIN yang tidak disiapkan secara matang. Dikataknnya, pangkal kekisruhan ini berawalnya dari berubah fungsi pengkajian dan penerapan teknologi dalam BPPT, yang dilebur ke dalam BRIN dalam bentuk Organisasi Pelaksana Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan (OPL).
“Namun sayangnya, dalam perkembangannya unit organisasi ini hilang. Menciut menjadi hanya sekedar OR (organisasi riset). Artinya dengan struktur organisasi seperti itu, yang tersisa hanya fungsi penelitian. Sementara, fungsi pengembangan, pengkajian dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknplogi hilang,” tandasnya.
Dia juga melihat, semangat peleburan kelembagaan tinggi, namun tidak diiringi dengan manajemen SDM yang baik. Kondisi ini otomatis akan mempengaruhi kinerja riset dan teknologi.
“Termasuk riset vaksin Merah Putih oleh LBM Eijkman. Kepala BRIN jangan bicara enteng saja, persoalan kelembagaan dan SDM tidak mempengaruhi kinerja riset. Masalah kelembagaan dan SDM, ujung-ujungnya mesti akan menimbulkan masalah pada kinerja,” tegasnya.
Dia mengingatkan, pemerintah harus seksama menata organisasi dan memetakan SDM, yang melibatkan jumlah peneliti dan non peneliti yang cukup besar tersebut. Jangan grasa-grusu dan sradak-sruduk. “Jangan sampai hak mereka hilang atau terkurangi, karena semangat politisasi ristek,” tukasnya.