Ketidakjelasan jadwal Pemilihan Umum 2024, dipastikan berimplikasi pada kesulitan penyelenggara pemilu.
Pengamat politik Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Septa Dinata. (Foto: policy.paramadina.ac.id)
“Selain itu, belum ditetapkannya jadwal pemilu 2024 dikhawatirkan akan memicu ketidakpastian politik,” kata pengamat politik Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Septa Dinata.
Seperti diketahui, hingga akhir tahun lalu, pemerintah, DPR dan Komisi Pemilihan Umum gagal menyepakati jadwal pemilu. Padahal menurut UU Nomor 7 tahun 2017, persiapan pemilu harus dilakukan 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.
“Jika pemilu diadakan pada Februari atau Maret 2024, maka tahapannya sudah harus dimulai sekitar Juni atau Juli tahun ini. Hal ini membuat tugas KPU ke depan sangat berat,” ujarnya.
Selain pemilu serentak, kata dia, juga akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak beberapa bulan kemudian. Sehingga, seharusnya penetapan jadwal pemilu ditunda terus-menerus.
“Seyogyanya sebelum 20 bulan sudah ada jadwal yang pasti. Sehingga, KPU juga dapat bekerja dengan tahapan-tahapan yang lebih pasti,” tandasnya.
Karenanya, dia mengaku pesimistis jadwal ini akan segera disepakati dalam waktu dekat. Hal itu mengingat DPR masih dalam masa reses dan akan kembali bersidang paling cepat dua minggu ke depan usai masa reses.
“Yakni pada 10 Januari mendatang. Selain itu, masa kerja anggota KPU periode 2017-2022 akan berakhir pada Februari 2022. Ini akan memiliki konsekuensi terhadap waktu yang dibutuhkan anggota KPU yang baru,” tegasnya.
Sebab, anggota KPU baru harus menyesuaikan dan mempelajari secara keseluruhan persiapan pemilu mendatang. Jika dilihat kondisi saat ini, lanjutnya, kemungkinan besar pemerintah dan DPR akan menyepakati jadwal pemilu bersama komisioner yang baru.
“Jangan sampai kejadian 2019 terulang. Tanggal pemilu belum ada, sementara persiapan sudah melewati 20 bulan. Ini bisa menjadi tekanan buat penyelenggara dan menyebabkan gonjang-ganjing yang tidak perlu,” tukasnya.