Pakar Keamanan Siber: Pencurian Data Ransomware di 2022 Meningkat

Ancaman siber pada 2022 tak jauh berbeda dengan 2021.Pakar keamanan siber Pratama Persadha dari lembaga CISSReC menjelaskan polanya, yakni pencurian data dan ransomware.

Pakar Keamanan Siber: Pencurian Data Ransomware di 2022 Meningkat

Foto: Pixabay

Wowsiap.com – Ancaman siber pada 2022 tak jauh berbeda dengan 2021.Pakar keamanan siber Pratama Persadha dari lembaga CISSReC menjelaskan polanya, yakni pencurian data dan ransomware.

“Pencurian data atau serangan siber memang sangat canggih bahkan sulit dicegah. Namun itu semua bisa ditekan dengan pendekatan hukum lewat UU,pendekatan SDM dan juga teknologi. UU Pelindungan Data Pribadi menjadi pembahasan dan kerap jadi pemberitaan selama 2020-2021 karena begitu banyak kebocoran data dan masyarakat tidak bisa apa-apa karena tidak ada instrumen yang melindungi,” terang  Pratama melalui keterangan resmi yang disampaikan pada Jumat (24/12/2021).

Lebih lanjut, sang pakar berujar, pencurian data masih akan menjadi tren di 2022. Data dalam jumlah masif semakin dibutuhkan oleh banyak pihak, baik untuk kegiatan legal maupun illegal untuk kepentingan kejahatan.
Gejala tersebut terjadi secara global, untuk itu Indonesia harus serius mengatasi permasalahan ini mengingat jumlah pemakai internet di Tanah Air perkembangannya luar biasa, menembus angka lebih dari 200 juta penduduk.

Pratama membeberkan, menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan yang tercatat sampai Oktober 2021 jumlahnya sudah lebih dari satu miliar, dua kali lipat lebih banyak dibanding 2020, yang juga berlipat lebih banyak dibandingkan 2019 sebelum ada pandemi.

IBM sendiri mencatat peningkatan kerugian setiap kebocoran data dari 3,86 juta dolar AS atau sekitar Rp 54 miliar pada 2020 menjadi 4,24 juta dolar AS atau Rp 60,1 miliar pada 2021. Kebocoran data pribadi juga menyumbang kerugian yang paling besar dengan nilai sekitar Rp 2,5 juta untuk satu data masyarakat.

Pratama menambahkan, ancaman ransomware juga akan terus tumbuh. Serangan tersebut diperkirakan akan meningkat di industri kritis di mana membayar penjahat siber terpaksa dilakukan untuk melindungi keamanan dan keselamatan data demi keberlangsungan institusi atau perusahaannya.

“Di tahun 2022, prediksi berdasarkan tren global yang ada dengan melihat pola penyerangan dan inovasi teknologi yang terus berubah, maka serangan ransomware diproyeksikan bakal meningkat, hingga deepfake juga masalah kerentanan perangkat IoT yang kemungkinan akan menambah ancaman terhadap keamanan siber,” dalam keterangan tertulisnya.

Lebih lanjut, Pratama mengatakan bahwa saat ini serangan ransomware sudah masuk ke perusahaan pipa minyak Amerika pada awal Mei yang menjadi salah satu serangan siber paling masif tahun ini.

Colonial Pipeline, operator jaringan BBM terbesar AS, terpaksa membayar uang tebusan 5 juta dolar AS atau sekitar Rp70,9 miliar setelah terkena serangan siber ransomware juga mencuri hampir 100 gigabyte data, dan pelaku mengancam akan merilisnya ke internet kecuali uang tebusan dibayarkan. Serangan itu memicu krisis energi sementara sehingga perusahaan menghentikan operasi pipa selama beberapa saat.

Di tahun 2022 adopsi pada cloud meningkat tajam. Penyedia jasa cloud harus mempersiapkan diri menjadi target serangan seiring dengan semakin massifnya migrasi industri dan pemerintah ke cloud. Jadi mau tidak mau standar keamanan dan SDM harus ditingkatkan,” kata Pratama.

Pratama menambahkan, peristiwa seperti bocornya data institusi pemerintah dari Polri, BPJS Kesehatan, e-HAC, dan banyaknya peretasan pada web pemerintah diharapkan bisa ditekan pada tahun mendatang sehingga meningkatkan kepercayaan dunia internasional pada Indonesia.

Kebocoran Data Cloud Pratama Siber ransomware