Ramos Horta: Calonkan NU dan Muhamadiyah Raih Nobel Perdamaian 2022

Peraih Nobel Perdamaian1996, Dr. José Manuel Ramos Horta, mencalonkan dua organisasi muslim terbesar Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai kandidat peraih Nobel Perdamaian tahun 2022.

Ramos Horta: Calonkan NU dan Muhamadiyah Raih Nobel Perdamaian 2022

Foto: Istimewa Hatutan.com

Wowsiap.com - Peraih Nobel Perdamaian1996, Dr. José Manuel Ramos Horta, mencalonkan dua organisasi muslim terbesar Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai kandidat peraih Nobel Perdamaian tahun 2022.

Menyadur Hatutan,com, Jumat (24/12/2021), Horta mempunyai alasan, pencalonan dua organisasi Muslim ini, karena memiliki kiprah yang luar biasa dalam aspek pendidikan, kesehatan, toleransi, perlindungan minoritas dan terus menjaga serta mempertahankan perdamaian di Indonesia dan dunia.

José Ramos Horta telah sukses mencalonkan beberapa kandidat peraih Nobel Perdamaian, diantaranya Muhammad Yunus, pakar ekonomi dan pendiri Bank Grameen dari Bangladesh (2006), mantan Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung (2000), termasuk Presiden Amerika Serikat ke-39 James Earl Carter, Jr (Jimmy Carter) yang terus menerus dicalonkan selama 20 tahun, tetapi gagal. Namun Ketika dicalonkan José Ramos Horta, Jimmy Carter sukses mendapatkan Nobel Perdamaian pada 2002. Horta juga sukses mencalonkan Uni Eropa (UE) pada tahun 2012.

Selain itu presiden kedua Timor Leste ini menilai karakter masyarakat muslim Indonesia yang moderat berakar didukung dari dua organisasi Islam besarnya ini.

Ia memberi contoh, Indonesia juga mengalami situasi buruk layaknya negara lain, seperti perang di Irak dan masalah HAM di Palestina. Tapi Indonesia mampu menyelasaikannya secara baik dan tak meluas.

Ramos Horta mengatakan, kala itu banyak orang menyangka Indonesia sudah terjerumus pada bentuk radikal dan tindak kekerasan yang dilakukan kaum muslim.

"Tapi ternyata kasus bom Bali dan Jakarta, bisa ditangani dan dikategorikan sporadis, tidak sistematis dan tidak meluas," ujarnya pada jurnalis Hatutan.com.
"Itu terjadi, karena karakter masyarakat muslim Indonesia yang moderat yang diwakili oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah," ujarnya, semakin yakin dua organisasi layak meraih Nobel Perdamaian.

Selanjutnya, Ramos Horta bercerita ketika ia bertemu Todung Mulya Lubis, yang berkunjung ke Díli. Mereka bicara tentang NU dan Muhammadiyah. Ramos Horta mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang dua organisasi itu dan semakin mantap mencalonkan NU dan Muhammadiyah.

Sebagai pertimbangan lainnya, Ramos Horta menyoroti ketika Indonesia mengalami kekerasan HAM di era Soeharto. 
Namun ada hal positif lain yang bisa dipertimbangkan, karena di saat yang sama, Indonesia juga aktif menyelesaikan kasus Timor Leste yang menurutnya adalah satu-satunya masalah internasional yang terjadi saat itu.

"Ini yang saya lihat dalam konteks peranan Indonesia. Indonesia sangat menunjukkan kearifannya."

"Pertama, walaupun mereka angkat kaki dari Timor Leste dengan rasa sakit hati, tapi mereka tidak pernah melupakan Timor Leste, apalagi membuat provokasi instabilitas di daerah perbatasan."

"Ini menunjukkan, masyarakat yang berhati baik, rasa tanggungjawabnya yang tinggi. Salain itu, mereka melakukan perubahan untuk membantu Timor Leste."

Presiden Indonesia saat itu, Gusdur, menulis surat pada semua universitas di Tanah Air, untuk menerima anak-anak Timor Leste yang ingin melanjutkan studi di Indonesia.

Ramos Horta Nahdlatul Ulama Muhammadiyah hatutan.com Nobel Perdamaian