Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti kembali menegaskan, saat ini DPD sedang menggugat soal presidential threshold (PT) 20 persen agar diturunkan menjadi 0 persen.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (kiri) saat menemui Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa, Rabu (14/12). (Foto: Humas DPD RI)
“Kemudian, pasti akan ada kompromi-kompromi politik. Faktanya, saat ini sudah ada tujuh partai politik berkoalisi, yang jumlahnya sudah menguasai 82 persen kursi di DPR RI,” katanya saat bertemu dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12).
Dalam kesempatan itu, Firli Bahuri juga didampingi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Alexander Marwata dan Nawawi Pomolango. Menurut LaNyalla, PT yang tinggi juga tidak memungkinkan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan.
“Bisa jadi, kemudian yang ada hanyalah calon boneka. Dimana yang kalah pada akhirnya mendapat posisi menteri pertahanan atau pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujarnya. Selain kompromi tak sehat, ucap dia, PT 20 persen juga menyebabkan konflik yang tajam di masyarakat.
“Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berantem, berselisih. Dan itu masih terjadi sampai detik ini,” tandasnya. Belum lagi dengan ambang batas yang tinggi, semakin sedikit juga calon pemimpin yang bisa diusung.
Padahal, lanjutnya, banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin. “Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla juga menyinggung Undang-Undang yang menurutnya bersifat koruptif kalau tidak menguntungkan rakyat atau justru membuat susah.
“Kalau menurut saya, sebuah UU yang memberikan ruang penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar dan kemudian menyusahkan rakyat, itu sejatinya UU yang koruptif,” tegasnya.