Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masyarakat jeli membedakan ciri pengajaran di pondok pesantren dan yang bukan ponpes.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: Humas DPD RI)
“Padahal, metode pengajaran dan jenis pendidikan di lembaga yang dikelola pelaku sangat berbeda dengan ponpes. Ponpes yang benar pasti memiliki tradisi pengajaran kelilmuan agama yang standar,” katanya, Minggu (12/12)
Selain itu, lanjutnya, pasti ada kiai pengasuh, ada Ustadz pengajar dan terdaftar di Kementerian Agama di masing-masing wilayah. Pelaku diketahui mengelola Boarding School atau sekolah berasrama dengan nama Madani Boarding School.
“Hal ini yang harus diluruskan. Karena, dampak kesalahan informasi ini bisa berakibat buruk untuk ponpes. Kita tidak mau ada cap negatif terhadap ponpes akibat kesalahan pemahaman tersebut,” ujarnya.
Jika tidak diluruskan, kata dia, dikhawatirkan para santri dan orang tua santri menjadi resah. Kondisi itu juga bisa mengganggu proses pembelajaran yang ada di ponpes. Oleh karena itu, dia berharap masyarakat bisa dengan jeli membedakan.
Seperti diketahui, Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) NU atau Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan Madani Boarding School tidak memiliki izin ponpes dari Kemenag.
LaNyalla menambahkan, menilai terdapat sejumlah kejanggalan tempat yang didikelola pelaku. Diantaranya, hanya ada satu orang pengajar, yakni pelaku. Kejanggalan lain, lembaga tersebut tidak mengeluarkan ijazah.
“Dia justru memaksa orangtua murid membantu pembangunan pesantrennya. Para santri harus memasak bergantian. Selain itu, tidak terdapat guru lain, kalaupun ada hanya datang sesekali karena dipanggil pelaku,” ucapnya.