Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menegaskan, beberapa negara di Eropa memberlakukan pembatasan masa keanggotaan parlemen.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini (kanan) dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema Wacana Pembatasan Usia Maksimal Caleg untuk Efektivitas Kinerja Parlemen di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/12). (Foto: Susilo)
“Jadi, kalau sudah dua periode berturut-turut dia harus jeda. Selain itu, kebanyakan pembatasan masa jabatan anggota parlemen diatur bukan untuk parlemen nasional, tapi parlemen daerah,” katanya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema Wacana Pembatasan Usia Maksimal Caleg untuk Efektivitas Kinerja Parlemen di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/12).
Menurutnya, di beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti di Nevada masa jabatan satu periode adalah tiga tahun. Selain itu, anggota parlemen negara bagian bisa menjabat maksimal sampai empat periode atau 12 tahun.
“Meskipun bukan sesuatu tren yang lazim, tapi bukan berarti tidak ada negara yang memberlakukan pembatasan masa jabatan keanggotaan parlemen. Selain itu, Undang-Undang yang ada di Indonesia memang tidak mengatur pembatasan usia,” ujarnya.
Lain halnya bila kemudian ada uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji apakah dimungkinkan pendekatan konstitusional dengan argumen kesetaraan. Atau, dilakukan perubahan terhadap undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang persyaratan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.
Dikatakan, karakter dari jabatan anggota parlemen di Indonesia ada pekerjaan penuh waktu. Padahal di banyak negara lain, anggota parlemen itu adalah pekerjaan yang paruh waktu.
“Makanya kalau kita lihat dari struktur penggajian di banyak negara, gaji anggota parlemen rendah. Selain itu, sistem pemilu kita adalah proporsional terbuka. Dimana nominasi atau kandidasi melibatkan banyak caleg yang memberi ruang pada keterlibatan banyak orang atau kader partai,” tandasnya.