Menurut Gandung, harusnya pemerintah pusat bukan hanya membuat aturan tetapi juga lebih pada solusi bagaimana kondisi tenaga honorer dan kebutuhan pegawai di daerah.
Ahli Hukum Tata Negara Untirta Banten, R Gandung Ismanto
Ahli Hukum Tata Negara Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), R Gandung Ismanto mengatakan, kebijakan Menpan-RB soal penghapusan tenaga honorer harus dikaji ulang. Soalnya aturan itu, akan menimbulkan permasalahan baru jika tidak dibarengi dengan solusi yang konkret.
“Aturan tanpa solusi ini akan menimbulkan permasalahan baru. Akan banyak pengangguran akibat kondisi minimnya lapangan pekerjaan di sejumlah daerah,” kata Gandung saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (7/6/2022).
Menurut Gandung, harusnya pemerintah pusat bukan hanya membuat aturan tetapi juga lebih pada solusi bagaimana kondisi tenaga honorer dan kebutuhan pegawai di daerah.
“Harusnya bukan hanya sekedar aturan. Tetapi juga solusi kebutuhan tenaga honorer di daerah yang serba kekurangan. Dibarengi dengan kesejahteraannya yang perlu dipenuhi,” katanya.
Sementara itu, Dosen FISIP Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten Eko Supriatno berpendapat hal yang sama. Ia memprediksi, jika waktunya para honorer diberhentikan bekerja di tempat dimana dia bekerja akan berpotensi lautan protes di Jakarta melebihi aksi 212.
“Bayangkan saja, se-provinsi Banten saja tenaga honorer bisa melebihi 20 ribu. Ditambah dari provinsi lain. Jakarta bisa menjadi lautan masa itu,” katanya.
Eko menyarankan, Pemerintah Daerah bersama Pemprov Banten harus segera mempertimbangkan dan merumuskan solusi-solusinya dengan kondisi yang ada. Tentunya, untuk menjadi rekomendasi yang harus segera disampaikan ke pemerintah pusat.
“Permasalahan honorer bukan permasalahan kecil. Harus dibuatkan regulasi yang jelas oleh pemerintah pusat,” katanya.