Program Pasporisasi agar Warga Negara Tidak Stateless

Program pasporisasi layak didukung. Karena membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir.

Program Pasporisasi agar Warga Negara Tidak Stateless

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan Kepala Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah Eko Hartono di Wisma KJRI, Jeddah, Arab Saudi. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)

Wowsiap.com - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, mulai melakukan pendataan dan survei terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang overstay dan paspornya kadaluarsa. Pertimbangan kebijakan tersebut adalah untuk memastikan status WNI tidak stateless (tidak punya negara). 

“Dalam perspektif HAM, program pasporisasi layak didukung. Karena membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir,” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat berkunjung ke Wisma KJRI di Kota Jeddah, Arab Saudi, kemarin.

Menurutnya, membiarkan WNI tak memiliki kewarganegaraan bisa dipandang sebagai pelanggaran HAM. Adapun Kepala KJRI Jeddah Eko Hartono menambahkan, program pasporisasi akan dimulai dengan target 10 ribu WNI di Kota Jeddah.

“Untuk kemudian dilakukan evaluasi, apakah akan diperbesar volumenya atau tetap dalam kisaran itu. Kalau diperbesar, kami pasti membutuhkan tambahan sumber daya dari Jakarta,” ujarnya. 

Terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI), Eko mengakui jumlah yang tidak berdokumen resmi tiga kali lipat lebih banyak daripada yang berdokumen. Di daerah kerja KJRI Jeddah, yang non dokumen sekitar 560 ribu.

“Sedangkan yang berdokumen sekitar 168 ribu. Kalau di Riyadh, yang berdokumen sekitar 130 ribu,” tandasnya. 

Eko juga menyampaikan beberapa kasus yang dihadapi para PMI di Arab Saudi - khususnya di wilayah kerja KJRI Jeddah. Yakni yang meliputi Mekkah, Madinah, Tabuk dan Asheer. 

“Luasnya wilayah kerja KJRI memberi kendala tersendiri untuk percepatan pelayanan PMI yang mengalami persoalan. Apalagi seperti di Tabuk, yang jaraknya 1200 kilometer dari Jeddah,” tegasnya.

Dijemput
Sedangkan PMI ilegal tidak bisa menggunakan transportasi publik. Sehingga harus dijemput dengan kendaraan lewat darat. 

“Dari tabulasi kasus, 60 persen terkait upah yang tidak dibayar, 30 persen tidak bisa pulang, dan sisanya 10 persen kriminal dan sex abuse. Kasus upah dan tidak bisa pulang karena paspor ditahan majikan, merupakan salah satu kelemahan dari sistem Kafil yang belum tereformasi dengan baik,” paparnya.

Dimana dominasi majikan masih terlalu kuat. Untuk itu, Eko meminta dukungan Ketua DPD RI untuk penguatan dukungan dari Kementerian Luar Negeri dan kementerian terkait.

“Terutama untuk pembekalan pelatihan para PMI yang ditampung di shelter PMI KJRI Jeddah. Juga fasilitas di shelter, terutama tempat tidur, yang perlu peremajaan,” jelasnya.

Sementara terkait pandemi Covid-19, Eko juga menyampaikan, pemerintah RI secara resmi mencabut syarat PCR bagi kepulangan jamaah umroh. Hal itu menyusul keluarnya SE Satgas Covid Nomor 19/2022 yang berlaku per tanggal 18 Mei 2022. 

 

pasporisasi KJRI Jeddah PMI berdokumen