Karbon dioksida atmosfer telah melampaui tingkat pra-revolusi industri lebih dari 50 persen untuk pertama kalinya pada tahun 2021
Karbon Dioksida (Foto: ist)
Melansir dna, meningkatnya emisi gas rumah kaca mendorong tingkat karbon dioksida menjadi 421,33 ppm pada hari di minggu lalu.
Dalam upayanya untuk menciptakan kesadaran tentang peningkatan tingkat karbon dioksida yang mengkhawatirkan, juru kampanye iklim remaja Greta Thunberg mengatakan bahwa jika tingkat dikonfirmasi maka itu akan 'benar-benar terobosan untuk sedikitnya. Dan saya tidak bermaksud itu dengan cara yang baik ...'
Data tersebut diambil dari stasiun cuaca US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Mauna Loa, Hawaii.
Menurut data, karbon dioksida atmosfer telah melampaui tingkat pra-revolusi industri lebih dari 50 persen untuk pertama kalinya pada tahun 2021.
Secara khusus, CO2 atmosfer tertinggi tercatat 20 tahun lalu sebesar 375,93 ppm dan pada Mei 2021 telah mencapai 419,13 ppm.
Tingkat CO2 mengalami berbagai perubahan sepanjang tahun karena musim di belahan bumi utara. Pertumbuhan tanaman meningkat selama musim panas utara menyebabkan kenaikan karbon dioksida atmosfer.
Sesuai dengan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), CO2 saat ini meningkat sekitar 100 kali lebih cepat daripada periode lain dalam sejarah geologi.
Khususnya, pandemi telah membantu menyebabkan pengurangan sementara dalam emisi ini karena penguncian di sebagian besar negara di seluruh dunia.
Meningkatnya emisi bahan bakar fosil telah menjadi faktor utama kenaikan CO2 di atmosfer yang mengkhawatirkan.
“Sangat mudah untuk melupakan seberapa banyak dan seberapa cepat emisi bahan bakar fosil mempengaruhi lingkungan kita. Butuh lebih dari 200 tahun untuk meningkatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer sebesar 25 persen, dan hanya 30 tahun untuk mencapai 50 persen di atas tingkat pra-industri,” kata Profesor Simon Lewis dari University College London.
"Perubahan dramatis ini seperti meteorit manusia yang menabrak Bumi. CO2 mempercepat pemanasan planet karena lebih banyak karbon di atmosfer berarti lebih sedikit panas yang dapat keluar,” tambahnya.
