Pelaku bisnis perkebunan sawit swasta memonopoli hampir 56 persen dari 16,4 juta hektar lahan sawit Indonesia saat ini.
Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Hal ini menyusul ditetapkannya tiga petinggi perusahaan perkebunan sawit, yang diduga terlibat dalam praktek mafia pengaturan perdagangan minyak goreng beberapa waktu yang lalu,” kata Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin di Jakarta, Selasa (26/4).
Menurutnya, keberanian pemerintah dalam mengintervensi pasar harus dimulai sejak awal. Yakni dengan skema kebijakan yang win-win solution kepada para pelaku bisnis perkebunan sawit swasta, yang memonopoli hampir 56 persen dari 16,4 juta hektar lahan sawit Indonesia saat ini.
“Tentunya dengan pendekatan politik kebijakan, yang mengedepankan kepentingan nasional. Upaya memproteksi kepentingan nasional harus dilakukan dengan berbagai cara, termasuk membatasi penguasaan lahan secara terukur kepada konglomerat sawit,” ujarnya.
Sebab, jangan sampai perusahaan perkebunan sawit yang memiliki alat produksi itu justru mendominasi penggunaan lahan yang diberikan oleh negara melalui skema Hak Guna Usaha (HGU). Sehingga mereka tidak kemudian merasa superior, apalagi sampai bandel terhadap ketentuan Domestik Market Obligation (DMO) pemerintah.
“Dan pada akhirnya negara harus menuruti skema harga yang ditentukan oleh para konglomerat sawit dan mengorbankan kepentingan nasional,” tandasnya.
Dengan treatment kebijakan pembatasan penguasaan lahan sawit yang dikombinasikan dengan pembangunan pabrik CPO dan minyak goreng oleh BUMN dan BUMD, lanjutnya, seharusnya petani tidak menanggung dampak kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng yang dilakukan pemerintah saat ini.
“Kami sangat menghargai intervensi kebijakan pemerintah yang secara mengejutkan menutup kran ekspor CPO saat ini. Meskipun harus diakui, hal itu juga berdampak langsung pada penurunan Nilai Tukar Petani sawit di daerah,” tegasnya.
Dia berharap, kebijakan ini tidak berlangsung lama. Selain itu, pemerintah segera memperbaharui sistem pengelolaan industri sawit nasional secara profesional dan proporsional.