Kalau tidak ada ekspor sawit dan turunannya, maka berarti tidak ada obyek yang dipungut. Sehingga, tidak ada lagi dana pungutan sawit yang akan dikelola.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Sesuai Peraturan Pemerintah No. 24/2015, dana yang dikelola BPDPKS utamanya dari pungutan ekspor sawit. Kalau tidak ada ekspor sawit dan turunannya, maka berarti tidak ada obyek yang dipungut,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto di Jakarta, Selasa (26/4).
Artinya, kata dia, tidak ada lagi dana pungutan sawit yang akan dikelola. Praktis BPDPKS menjadi tidak relevan lagi. Dalam kesempatan itu, dia mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memeriksa secara khusus pengelolaan dana pungutan sawit.
“BPK harus memeriksa apakah pengelolaan dana tersebut sudah efisien-berkeadilan dan sudah tepat sasaran. Khususnya terkait dengan subsidi biofuel. Pasalnya, pada saat harga CPO jatuh, penggunaan biofuel dalam campuran solar sebagai instrumen untuk menyerap produk sawit cukup efektif,” tandasnya.
Upaya itu juga membantu menstabilkan harga CPO, sekaligus mengurangi impor BBM. Selain itu dapat meningkatkan kontribusi sumber EBT (energi baru terbarukan) dalam negeri.
“Namun ketika harga CPO dunia melambung tinggi seperti sekarang ini, maka logika dasar tersebut sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Beban subsidi biofuel menjadi selangit,” tegasnya.
Dari data yang ada, sampai akhir tahun 2021 dana pungutan sawit yang digunakan untuk subsidi industri biofuel sebesar Rp 110 trilun atau sekitar 80 persen dari dana sawit yang terkumpul di BPDPKS. Ini jumlah yang sangat besar dan memberatkan.
“Ditengarai, akibatnya malah menelantarkan program peremajaan sawit rakyat. Yang mana faktanya dianggarakan tidak sampai 5 persen dari anggaran BPDPKS,” ucapnya.
Padahal, peremajaan sawit rakyat adalah ruh dibentuknya BPDPKS ini. Di sisi lain, pengusaha refinery pemasok biofuel, yang secara otomatis menerima dana subsidi tersebut, ditengarai adalah perusahaan raksasa sawit yang itu-itu juga.
“Dana subsidi biofuel yang mereka terima lebih besar dari pungutan sawit yang mereka bayarkan,” tukasnya.