Sejauh ini, petugas dinas kesehatan hewan yang bertugas di lapangan dan peternak melakukan pemeriksaan hanya berdasarkan pengamatan gejala klinis yang tampak dari fisik hewan ternak.
Ketua DPR RI Puan Maharani. (Biro Pemberitaan DPR)
“Perbaikan sistem penanganan PMK perlu dilakukan. Karena sejauh ini, petugas dinas kesehatan hewan yang bertugas di lapangan dan peternak melakukan pemeriksaan, hanya berdasarkan pengamatan gejala klinis yang tampak dari fisik hewan ternak,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani, Minggu (15/7).
Sehingga menurutnya, perlu ada evaluasi terhadap sistem penanganan PMK di seluruh wilayah Indonesia. Karena deteksi PMK pada hewan ternak yang tidak optimal, berdampak pada penyebaran virus PMK yang semakin masif.
“Seharusnya, deteksi dini terhadap hewan ternak yang menjadi suspect PMK, dilakukan dengan menggunakan tes antigen atau PCR. Hal itu seperti halnya penanganan Covid-19 pada manusia,” ujarnya.
Dengan deteksi yang akurat, kata dia, hewan ternak yang terpapar PMK dapat segera diketahui meski belum menunjukkan gejala fisik. Sehingga, pencegahan penyebaran dapat cepat dilakukan dengan karantina terhadap hewan ternak yang sakit.
“Kita seharusnya belajar dari pengalaman saat virus Covid-19 merebak. Pencegahan lewat deteksi dini dapat mengurangi penyebaran virus,” tandasnya.
Terintegrasi
Apalagi, lanjutnya, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Nasional Penanganan PMK, yang dikoordinasikan oleh BNPB. Selain itu, terintegrasi dengan beberapa lembaga serta kementerian.
“Saya meminta Satgas Penanganan PMK menggalakkan testing terhadap hewan ternak. Termasuk juga melakukan random sampling kepada hewan-hewan ternak,” tegasnya
Khususnya di daerah yang sudah masuk dalam zona merah PMK. Dia juga mendorong Satgas mengintensifkan prosedur pengobatan dan karantina bagi hewan yang terjangkit PMK.
“Selanjutnya, hewan segera divaksinasi apabila telah dinyatakan sembuh. Karena belum ada obat yang dapat mengatasi PMK, peningkatan antibodi hewan jadi cara terbaik,” imbuhnya.
Pemberian vitamin kepada hewan ternak juga harus sejalan dengan program vaksinasi. Sementara itu untuk hewan yang mati akibat PMK, prosedur stamping out atau pemusnahan harus langsung dilakukan.
“Saya meminta pemerintah terus mensosialisasikan cara penanganan terhadap hewan ternak yang terinfeksi PMK, namun diputuskan untuk dipotong. Pastikan masyarakat tahu bahwa daging dari hewan ternak yang sakit PMK masih bisa dikonsumsi,” ucapnya.
Prosedur Khusus
Hal itu dapat dilakukan, selama pemotongan dilakukan dengan prosedur khusus dan diolah secara benar. Berdasarkan data laman siagapmk.id, per hari ini total hewan ternak yang terpapar PMK mencapai 367.146 ekor.
Kemudian hewan yang sudah sembuh sebanyak 140.970 ekor, hewan ternak mati 2.447 ekor dan yang belum sembuh 140.970 ekor. Jumlah tersebut tersebar di 22 provinsi dan 250 kabupaten/kota untuk jenis hewan sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.
Adapun cakupan vaksinasi sudah dilakukan terhadap 498.893 hewan ternak. Hanya saja untuk Provinsi Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan, angka vaksinasi PMK masih 0.
Padahal, kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK di Sulsel terus meluas penyebarannya dengan total sudah 173 hewan ternak yang terpapar. Selain itu, provinsi tersebut kini masuk zona merah karena penyebaran kasusnya ditemukan di beberapa daerah.
Karenanya, DPR mendorong pemerintah pusat meningkatkan sinergi dengan pemerintah daerah. Selain itu, vaksinasi PMK perlu dipercepat.
“Hal itu agar jumlah hewan ternak yang mati dapat ditekan sesedikit mungkin. Kematian hewan ternak akibat PMK tentu menimbulkan kerugian bagi peternak, khususnya peternak rumahan yang menjadikan hewan ternak sebagai investasi untuk masa depan mereka,” tukasnya.