Berpotensi Rugikan PMI, Pengiriman Perlu Dihentikan

Kebijakan pemerintah untuk melakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia, terus mendapat dukungan.

Berpotensi Rugikan PMI, Pengiriman Perlu Dihentikan

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. (Biro Pemberitaan DPR RI)

Wowsiap.com - Kebijakan pemerintah untuk melakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia, terus mendapat dukungan. Apalagi, alasan yang disampaikan pemerintah didasarkan pada aspek perlindungan terhadap PMI.

“Dalam hal ini, ada kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia, yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal itu dinilai berpotensi merugikan PMI,” kata anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/7).

Padahal menurutnya, sudah ada MoU yang dinilainya sangat kuat. Sebab, ditandatangani di depan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia. 

“Mestinya, sejak ada penandatanganan MoU itu, proses penempatan PMI sudah tidak lagi pakai cara lama. Harus lebih teradministrasi dan terpantau secara baik,” ujarnya.

Dengan begitu, kondisi seluruh PMI yang ada di Malaysia dapat dipastikan kenyamanan dan keamanannya. Namun demikian, terkait kebijakan ini, ada beberapa hal yang menurut Saleh harus diperhatikan oleh pemerintah.

“Pertama, pemerintah diminta untuk memastikan tidak ada pengiriman PMI secara ilegal dan non-prosedural ke Malaysia. Moratorium seperti ini kan sudah dilakukan ke negara-negara Timur Tengah,” tandasnya.

Faktanya, PMI tetap berangkat secara informal dan non-prosedural. Dia juga mendapat informasi, jumlahnya sangat banyak. Artinya, kata dia, moratorium itu tidak memperbaiki keadaan sebagaimana yang diinginkan.

“Justru ada masalah baru. Dimana perlindungan PMI semakin tidak tertangani karena tidak terpantau. Jangan sampai keputusan moratorium membuat PMI berangkat tanpa melalui jalur formal,” tegasnya.

Menyulitkan
Karena hal itu akan menyulitkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dimana yang pergi secara non-prosedural, pasti akan tetap sembunyi. 

“Sembunyi pas berangkat. Sembunyi setelah sampai di tempat kerja. Nah, jika nanti ada masalah, barulah pemerintah kesulitan. Kan banyak yang bermasalah juga,” imbuhnya.

Mulai dari jam kerja, gaji, kekerasan, dan lain-lain. Tentu pemerintah akan mengupayakan perlindungannya. Tetapi pasti akan sulit dan rumit karena sejak awal sudah berangkat tidak sesuai dengan jalur yang semestinya.

“Selain itu, pemerintah diminta untuk menyiapkan lapangan pekerjaan alternatif di dalam negeri. Sebab, mereka yang ingin bekerja di luar negeri, sebagian besarnya karena kesulitan mencari pekerjaan di daerahnya. Hal tersebut menurutnya harus dipikirkan oleh Pemerintah, agar para pekerja di Indonesia tidak menganggur,” jelasnya.

Kemudian, pemerintah harus meningkatkan pelaksanaan pelatihan kerja. Pelatihan kerja dimaksudkan agar para pekerja memiliki keahlian.

“Sehingga, jika harus pergi ke luar negeri, pekerjaan yang ditargetkan adalah pekerjaan formal. Sedapat mungkin harus dihindari pengiriman PMI informal yang bekerja pada bidang domestic,” imbuhnya. 

Hal itu hanya bisa dilakukan jika para PMI memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang mumpuni. Seperti diketahui, pemerintah membekukan sementara pengiriman PMI ke Malaysia.

Hal tersebut dilakukan buntut dari pelanggaran kesepakatan yang dilakukan Malaysia. Pemerintah menilai ada kesepakatan yang tidak dilaksanakan secara konsisten oleh Malaysia, yang berpotensi merugikan PMI.

 

moratorium Malaysia PMI informal pelanggaran