Tingginya angka korupsi tidak selalu disebabkan oleh mental korup pelakunya. Akan tetapi juga dipicu tingginya biaya politik.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Dapat kita simpulkan jika biaya politik mahal menjadi penyebab tingginya praktik korupsi di negeri ini. Hal itu sejalan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Surabaya, Sabtu (2/7).
Dikatakan, biaya politik yang mahal menimbulkan potensi sikap korup para pejabat yang terpilih. Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat.
“Selain potensi sikap yang korup, potensi kinerja pun rendah dan cenderung tidak memikirkan masyarakat pemilih. Fakta banyaknya para pejabat yang terjerat dugaan kasus korupsi, menunjukkan bahwa biaya politik ada hitungannya,” ujarnya.
Menurutnya, sudah saatnya masyarakat diberikan edukasi politik yang baik dan etis. Tidak lagi bersedia memilih jika diberi uang dan jika tidak diberi uang oleh si pemilih, maka tidak mau memilih.
“Perilaku money politik dilakukan oleh para politikus yang ingin serba instan ingin menjadi pejabat, namun dampaknya besar bagi masyarakat. Penting menanamkan kesadaran politik, agar para politikus dan calon pejabat beradu gagasan, perjuangan, etika serta berwawasan,” tandasnya.
Rasional
Sebab, jabatan bukan satu-satunya target yang harus dicapai, sehingga menghalalkan berbagai cara. Sehingga dia mengusulkan perlu segera dilansir berapa sesungguhnya biaya politik yang wajar dan rasional.
“Hal itu agar tidak masuk ke dalam jebakan politik transaksional. Apalagi, Ditambahkannya, politik yang rasional dimulai dari rasionalitas undang-undangnya itu sendiri,” tegasnya.
Jika aturan-aturan main sudah tidak rasional, lanjutnya, semua mekanisme politik akan tidak rasional. Termasuk biaya yang selangit, sedangkan gaji yang diterima sangat relatif.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan mahalnya biaya politik di Indonesia. Bahkan untuk kepala daerah tingkat II saja bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
“KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis. Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp 20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp 100 miliar,” ungkap Alexander.