Negara tak boleh lepas tangan dalam persoalan minyak goreng dengan dalih menyerahkannya pada mekanisme pasar.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Bukan malah bolak-balik pada wacana lama yang berisiko menimbulkan masalah baru,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto, kemarin.
Menurutnya, keinginan itu senada dengan wacana yang dikembangkan oleh Menko Maritim dan Investas Luhut Binsar Panjaitan. Yakni untuk menghapus dan melepas minyak goreng curah mengikuti mekanisme pasar.
“Saya tidak setuju dengan ide tersebut. Belum saatnya pemerintah mengambil langkah kebijakan tersebut, di tengah sengkarut persoalan minyak goreng seperti sekarang ini,” ujarnya.
Sehingga, jangan karena ketidakmampuan mengendalikan pasokan dan harganya, maka minyak goreng curah tersebut dihapuskan dan dilepas mengikuti mekanisme pasar. Selain itu, negara juga tak boleh lepas tangan dengan dalih menyerahkannya pada mekanisme pasar.
“Negara harus hadir dan bertanggung-jawab melindungi segenap bangsa. Kondisi ini seperti sebuah paradoks, karena di negeri yang kaya sumber daya alam (SDA) dan produsen minyak goreng nomor satu dunia, namun harga CPO internasional yang tinggi tidak menjadi berkah, malah justru sebaliknya menuai musibah,” sesalnya.
Sampai hari ini harga minyak goreng curah bertengger di angka Rp 18.150. Sementara minyak goreng kemasan di angka Rp 26.250 (data PIHPS Nasional, Jumat ,17/6).
“Masih jauh di atas HET minyak goreng curah, yang sebesar Rp 15.500 per kg, meski sudah disubsidi melalui instrumen DMO-DPO (domestic market obligation dengan domestic price obligation),” tandasnya.
Melambung
Sedangkan bila minyak goreng curah dikemas secara sederhana, maka tambahan ongkos sebesar Rp 1.500 per paket. Jadi, kalau minyak goreng kemasan sederhana tersebut dilepas mengikuti mekanisme pasar yang oligopolistic, tentu harganya bakal melambung seperti minyak goreng kemasan premium yang ada sekarang.
“Dibandingkan harga minyak goreng subsidi di Malaysia dijual Rp 8.500 per kg dan non subsidi Rp 19 ribu per kg. Maka harga di Indonesia jauh lebih mahal. Seharusnya, harga minyak goreng di Indonesia sama atau mendekati harga di negeri jiran,” tegasnya.
Karenanya, Mendag harus hadir menatakelola pasar minyak goreng dengan baik. Bukan malah meliberalisasikannya. Negara juga harus hadir memihak masyarakat, dengan menyediakan pasokan yang cukup dan harga yang terjangkau.
“Bukan menjadi kaki tangan oligarki melalui pasar yang ekstraktif,” tukasnya.