Masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dikhawatirkan carut-marut. Khususnya jika tak mampu dikendalikan dengan baik.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Sebab masa kampanye di satu sisi adalah puncak dari pesta demokrasi, namun di sisi lain juga menjadi ajang luapan seluruh emosi, harapan, kekesalan dan kegembiraan yang bercampur-baur menjadi satu,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Mengawal Tahapan Pemilu 2024’ di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (9/6).
Menurutnya, orang yang punya kekesalan, punya kebencian, bisa disalurkan di masa kampanye. Sehingga, kampanye bisa menjadi ajang yang carut-marut jika semua pihak tidak mampu mengendalikan suasananya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI itu lalu berkaca di era Pemilu 2014 dan 2019. Meskipun perhelatan pemilu telah usai, namun residu konfliknya masih terasa hingga kini.
“Ditambah, adanya potensi kenaikan money politics yang tidak bisa hilang. Kenapa naik? Karena 2024 ini pemilu di mana keadaannya berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dari sudut pilpres, semua kandidat dimulai dari awal,” ujarnya.
Di sisi lain, tren money politics didorong oleh politisi yang hasrat untuk berkuasa jauh lebih kuat, dibandingkan periode-periode sebelumnya. Sehingga, semua peserta pemilu akan mencari jalan beragam cara untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.
“Jika suasana ini tidak terkendali, tidak ada kontrol berdasarkan aturan moral yang kuat, maka akan terdorong untuk menghalalkan money politics yang jauh lebih kuat. Karena itu saya berkali-kali dengan Bawaslu juga menyampaikan bagaimana caranya mencegah suasana semacam ini,” tandasnya.
Sebab kalau sudah terjadi, tentu menindak. Tetapi menurutnya akan jauh lebih penting bagaimana mencari jalan supaya mengantisipasi ini tidak terlalu parah.