Pemerintah diminta segera mengumumkan harga pokok produksi (HPP) minyak goreng curah. Hal itu agar diketahui besaran harga jual keekonomian yang wajar.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Salah satu penyebab carut-marutnya tata kelola minyak goreng karena pemerintah tidak jelas, berapa HPP minyak goreng sebenarnya,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Mulyanto, Rabu (8/6).
Akibatnya, terjadi ketidakjelasan soal harga minyak goreng di pasaran. Muncul argumentasi pengusaha, bahwa harga eceran tertinggi (HET) yang ada kerendahan dan lain sebagainya.
“Sampai hari ini, harga minyak goreng curah di pasar tradisional, jauh di atas HET yang ditetapkan. Harga mengikuti mekanisme pasar. Semua harga diatur dan ditentukan oleh pengusaha,” ujarnya.
Menurutnya, publik perlu tahu, sebenarnya berapa harga pokok produksi minyak goreng curah. Hal itu agar terang-benderang permainan harga minyak goreng dari tingkat produsen, distributor sampai di tangan masyarakat.
“Selama ini, angka produksi tersebut terkesan tertutup. Sehingga dikesankan, bahwa HET ini jauh di bawah HPP, meski sudah disubsidi sekalipun. Selain itu, produsen-distributor menjual rugi dengan kebijakan HET,” tandasnya.
Enggan
Akibatnya, mereka enggan memproduksi minyak goreng curah. Terbukti Menteri Perindustrian mengeluh akan komitmen-nasionalisme para produsen. Khususnya dalam keikutsertaan pada program minyak goreng curah bersubsidi Kemenperin.
“Saya tidak yakin para pengusaha merugi dalam pasar minyak goreng yang oligopolistik. Dimana produsen lebih mampu mendiktekan harga di pasar,” tegasnya.
Karena yang ada justru sebaliknya. Dimana dari hari ke hari, pengusaha minyak goreng semakin menumpuk kekayaaan mereka, bahkan mereka termasuk menjadi orang terkaya di Indonesia.
“Apalagi, fasilitas negara mereka nikmati mulai dari HGU (hak guna usaha) lahan sawit, perizinan pengusahaan kebun, pembangunan dan pengoperasian industri, perdagangan dalam negeri dan ekspor,” ungkapnya.
Pemerintah juga turut membantu menyerap CPO domestik, melalui program biofuel yang semakin hari semakin meningkat volumenya. Termasuk juga pemerintah sigap mengadvokasi soal isu sawit, saat mendapat serangan dari masyarakat Eropa.
“Yakni terkait tudingan bahwa pengelolaan kebun sawit Indonesia tidak ramah lingkungan. Pemerintah penting untuk mengumumkan kepada publik soal HPP minyak goreng curah, agar tegak prinsip transparansi dan fairness business,” imbuhnya.
Dikorbankan
Karena, jangan sampai masyarakat yang dikorbankan dengan minyak goreng yang langka dan mahal. Untuk diketahui, pemerintah kembali menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk komoditas crude palm oil (CPO).
Hal itu seiring dengan pembukaan ekspor dan pencabutan subsidi minyak goreng. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sistem DMO dan DPO ke depannya bakal lebih ketat.
Hal itu karena melibatkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dia menilai, dengan keterlibatan BPKP sebagai auditor, pelaku usaha tidak perlu cemas dengan keekonomian DMO dan DPO.
Sebaliknya, dia memastikan akan menindak tegas pelaku bisnis yang melakukan pelanggaran.