Kenaikan harga tiket baru untuk naik ke Candi Borobudur dinilai tidak tepat. Selain itu akan melahirkan kesenjangan, sebab wisatawan harus membayar dua kali.
Anggota DPD RI Hilmy Muhammad. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Yang tidak mampu hanya bisa melihat dari bawah. Sementara yang memiliki uang bisa dengan mudah naik. Ini jelas akan melahirkan kesenjangan wisatawan. Padahal, seluruh warga negara berhak untuk menikmati kekayaan sejarah dan budaya tersebut,” kata anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hilmy Muhammad, Minggu (5/6).
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan, akan mematok harga tiket baru untuk dapat naik Candi Borobudur. Untuk masuk ke kawasan Candi, mengikuti tarif yang sudah berlaku selama ini. Rencana itu akan diterapkan pada bulan Juli 2022.
“Untuk wisatawan domestik, tiket masuk Kawasan Candi Rp 50 ribu, kalau mau naik ke Candi Borobudur harus beli tiket lagi, Rp 750 ribu. Sementara itu, untuk wisatawan mancanegara harus merogoh kocek hampir Rp 2 juta untuk bisa menikmati Borobudur,” ujar Hilmy.
Dimana tiket masuk 25 dolar AS, tiket naik 100 dolar AS yang kira-kira setara dengan Rp 1,8 juta. Menurutnya, harga yang direncanakan masih terlalu tinggi dan memberatkan.
“Khususnya untuk wisatawan domestik. Bagi warga Yogyakarta misalnya, menikmati Borobudur akan menjadi cita-cita karena tiketnya saja separo dari UMR-nya,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap Borobudur tidak dijadikan destinasi elit yang hanya untuk orang-orang memiliki uang yang bisa naik sampai ke puncaknya. Kebijakan ini perlu dikaji kembali,” tandas Katib Syuriah PBNU tersebut.
Edukasi
Pertimbangan untuk mengkaji kembali, karena ada sisi edukasi dalam berwisata ke Borobudur. Yaitu masyarakat dapat belajar secara langsung pada objek sejarah dan budaya.
“Niat dan upayanya tentu baik, namun diantara orang yang datang ke Borobudur tujuan lainnya adalah ingin belajar. Selain itu mengenali secara langsung karya dari para pendahulu,” tegasnya.
Jadi kalau tiketnya terlalu tinggi, lanjutnya, wisatawan akan banyak yang terhenti di bawah dan tidak bisa mencapai tujuannya. Dia juga menyarankan agar tiket naik ke Borobudur dapat disamakan dengan destinasi kelas dunia lainnya.
“Sebagai gambaran, tiket masuk Tembok Raksasa di China bervariasi, mulai dari 25 yuan (Rp 54.000) sampai 65 yuan (Rp140 .861). Menara Pisa di Italia tiketnya seharga 18 Euro (Rp 278.482), tetapi gratis jika hanya memasuki kawasannya,” tutur anggota MUI Pusat itu.
Di Mesir, kata dia, tiket masuk kompleks Piramida 80 EGP (Rp 60.000) dan untuk masuk ke dalam Piramida Agung tiketnya seharga 200 EGP (Rp 150.000). Berbeda dengan Candi Angkor Wat di Kamboja, yang tiketnya mencapai 37 dollar (Rp 534.000) untuk satu hari, 62 dollar (Rp 894.877) untuk tiga hari dan 72 dollar (Rp 1,04 juta) untuk tujuh hari. Tiket tersebut diperuntukkan wisatawan mancanegara.
“Harga tiket yang relatif lebih murah adalah ketika berkunjung Museum Nasional Mesir yang menyimpan jasad Fir'aun. Untuk turis asing hanya dikenakan 75 Gene/Pound Mesir (Rp 58.000), untuk pelajar asing 30 Gene (Rp 23.000) dan untuk warga Mesir sebesar 10 Gene (Rp 8.000),” jelasnya.
Daring
Selain harganya, pemesanan tiket di beberapa destinasi wisata dunia tersebut juga harus dilakukan secara daring untuk mengurangi lonjakan pengunjung. Hal ini juga bisa dicontoh penerapannya untuk Borobudur.
“Di Itali misalnya, pemesanan minimal harus dua minggu sebelumnya. Pemesanan tiket online seperti di destinasi dunia lainnya, saya kira lebih efektif. Pemesanannya dikasih pilihan, mau naik ke Candi atau nggak,” imbuhnya.
Kalau tidak naik, bisa kapan saja. Kalau mau naik, harus lihat kuota hariannya. Jika di hari Sabtu sudah full, pemesan akan berganti hari.
“Seperti kita memesan tiket transportasi umum. Selain itu, alur pengunjung dibuat dengan baik agar tidak berjubel,” ucapnya. Meski demikian, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut mengapresiasi pemerintah terkait rencana pengadaan bus listrik sebagai shuttle bus kendaraan pariwisata.
Rutenya akan melewati Borobudur – Malioboro – Prambanan. “Shuttle bus kendaraan pariwisata itu bagus. Selain wisatawan lebih tertata, juga dapat mengurangi kemacetan karena busnya sudah disediakan,” tukasnya.